Jumat, 30 September 2016

Setiap manusia bertanggung-jawab atas dirinya!

Orang yang berbuat dosa, itu yang harus mati. Anak tidak akan turut menanggung kesalahan ayahnya dan ayah tidak akan turut menanggung kesalahan anaknya. Orang benar akan menerima berkat kebenarannya, dan kefasikan orang fasik akan tertanggung atasnya. (Yeh 18:20)

Shalom saudara-saudari terkasih dalam Kristus.

Kali ini mari mencoba membahas mengenai penanggungan dosa.
Seringkali kita mendengar omongan orang bahwa seseorang menderita akibat dosa yang diperbuat oleh anaknya/ orang tuanya/ saudaranya, dan sebagainya. Namun apakah hal itu benar adanya?

Setiap manusia bertanggung-jawab atas dirinya, itulah jawaban dari Allah kepada Yehezkiel. Jika seorang ayah yang jahat, yang hidupnya penuh pelanggaran dan dosa, melahirkan seorang anak yang semasa hidupnya melihat kekejian dan kejahatan yang dilakukan oleh ayahnya dan ia menjauhi perilaku dosa yang dilakukan ayahnya dan hidup menurut ketetapan Tuhan Allah Bapa, maka anak itu tidak akan menanggung dosa ayahnya. Anak itu akan selamat, sedangkan ayahnya (jika tidak berubah hingga waktu ajalnya) akan mati karena dosanya sendiri. (Yeh 18: 14-18)

Kalau begitu, bagaimana dengan orang berdosa? Tidak adakah jalan keluar dari maut?
Orang berdosa tidak akan mati karena dosanya jika ia mau bertobat dari segala dosa yang telah dilakukannya dan tidak berbuat dosa lagi dengan cara kembali ke jalan kebenaran dengan melakukan ajaran Tuhan. Segala dosa yang diperbuat tidak akan diingat-ingat lagi oleh Tuhan karena pertobatannya itu. (Yeh 18: 21-22)

Bagaimana dengan orang yang benar?
Orang benar yang pada akhir hidupnya berbalik dari kebenaran Tuhan yang selama ini ia lakukan dan melakukan dosa, maka orang itu akan mati juga. Segala kebaikan dan kebenarannya tidak akan diingat-ingat lagi. (Yeh 18: 24)
Tapi hal ini jangan dijadikan acuan untuk berbuat dosa sepanjang hidup kita lalu berencana bertobat jika mendekati hari tua/ajal. Mengapa? Karena pada saat kita berbuat dosa, saat itu juga kita mati. Siapakah yang dapat mengetahui rentang usianya? Siapakah yang dapat mengetahui kapan ia akan mati?

Jadi, Bagaimana kita harus bersikap dan bertindak?
Bertobatlah dan berpalinglah dari segala dosa agar dosa tersebut tidak menjadi batu sandungan yang menjatuhkan kita ke dalam kematian, perbaharuilah hati dan roh kita senantiasa dengan teladan dan kebenaran Tuhan Allah sebab Tuhan tidak berkenan kepada kematian seseorang yang harus ditanggungnya. Oleh sebab itu, bertobatlah supaya kita tetap hidup! (Yeh 18: 30-32)

Tuhan Yesus memberkati. Amin.

Kamis, 29 September 2016

Ajaran dan Teladan Tuhan Yesus -part 1-

Lalu Yesus menjawab, kata-Nya kepadanya: "Biarlah hal itu terjadi, karena demikianlah sepatutnya kita menggenapkan seluruh kehendak Allah." Dan Yohanes pun menuruti-Nya. (Mat 3: 15)

Shalom saudara-saudari terkasih,
Penggalan percakapan di atas terjadi pada awal Tuhan Yesus akan memulai misi pemberitaan Injil. Tuhan Yesus datang kepada Yohanes (pembaptis) untuk dibaptis. Awalnya Yohanes menolak sebab Yohanes mengetahui bahwa sosok yang dihadapannya adalah Anak Allah, dimana Yohanes sendiri bersaksi bahwa melepaskan kasut-Nya pun ia merasa tidak pantas (Mat 3: 11). Akan tetapi Tuhan Yesus tetap meminta Yohanes untuk membaptis-Nya agar tergenapilah kehendak Allah.

Ajaran dan Teladan apa yang ditunjukkan Tuhan Yesus?
-) Tuhan Yesus ingin mengajarkan kita untuk menjadi pribadi yang rendah hati dan tidak sombong.
Meskipun Ia adalah Anak Allah yang Maha Tinggi, Ia tetap mau dibaptis oleh Yohanes (pembaptis), yang adalah seorang manusia, meskipun Yohanes sendiri mengakui bahwa tidak layaklah Ia untuk dibaptis oleh seorang manusia.

-) Tuhan Yesus ingin mengajarkan ketaatan kepada seluruh kehendak Allah.
Mengetahui bahwa Yohanes mengenal siapa diri-Nya, Yesus tetap meminta Yohanes untuk membaptis-Nya karena hal itu merupakan kehendak Allah. Meskipun Yohanes dengan halus menolak dan malah meminta-Nya untuk membaptisnya, Yesus tetap berusaha menggenapi kehendak Allah.

Dapatkah kita manusia meneladani dan melakukan apa yang diajarkan oleh Tuhan kita?
Kita sering meremehkan orang lain yang 'di bawah' kita, baik dari standar kehidupan, jenis pekerjaan, status sosial, pangkat, dan sebagainya. Tak jarang kita bertindak atau berkata-kata kasar kepada orang yang 'di bawah kita'. Padahal kita tahu bahwa Tuhan Yesus tidak pernah meng-kotak-kotakkan manusia berdasarkan strata sosial, jenis pekerjaan, dan pangkat. Tuhan Yesus memberi teladan kepada kita untuk rendah hati dan menghormati sesama, tidak ada pekerjaan hina asalkan sesuai dengan kehendak Allah.

Bagi kita yang masih sering membentak bawahan/ pembantu/ pengemis/ tukang sampah/ orang lain yang kita anggap 'di bawah kita', marilah kita menghancurkan anggapan 'di bawah kita' itu dan posisikan mereka sejajar dengan kita karena hubungan hanyalah ada dua, yaitu horisontal sejajar (yaitu dengan sesama manusia) dengan vertikal ke atas (yaitu dengan Tuhan Allah Bapa).
Ketika kita telah mampu menghancurkan anggapan itu, niscaya kita dapat hidup menggenapi kehendak Allah dan hidup kita juga akan lebih damai sejahtera.

Tuhan Yesus memberkati. Amin.

Rabu, 28 September 2016

Mengapa pendalaman Alkitab diperlukan? -part 2-

"Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Mat 28:19-20)

Shalom saudara-saudari terkasih dalam Kristus,

Mengapa pendalaman Alkitab diperlukan?
Bagian ini merupakan pendahuluan yang mendasari mengapa kita perlu mendalami Alkitab dan mengenal ajaran-ajaran Tuhan Yesus.
Kita sudah mengetahui bahwa Tuhan Yesus selalu mengajarkan Kasih, dan hukum yang disampaikan untuk manusia hanyalah  ada dua poin saja, simple bukan? (baca Mat 22: 34-40 mengenai Hukum yang terutama).

Namun ada kalanya kita dalam perkumpulan rohani (gereja) melupakan dua poin hukum yang terutama tersebut. Saat berkhotbah, tidak sedikit pemimpin misa/kebaktian di gereja menyisipkan sindiran yang 'menghakimi' gereja lainnya. Tidak jarang juga gereja saling memperebutkan umat/jemaat. Padahal bukankah sumber pengajaran umat kristiani itu sama, yaitu Alkitab? Apakah hal itu yang dikehendaki Tuhan Yesus?
Sebelum naik ke surga, Tuhan Yesus berpesan kepada para murid-Nya agar menjadikan semua bangsa murid-Nya dan mengajari seluruh bangsa tentang segala sesuatu yang pernah diajarkan dan diperintahkan-Nya. Pernahkah Tuhan menjelek-jelekkan ajaran lainnya? Tentu tidak pernah. Pernahkah Tuhan saling memperebutkan umat/jemaat? Tidak pernah!

Zaman ini gereja semakin menjurus kepada hal duniawi (materiil). Ajaran yang disampaikan juga mulai condong ke arah manusiawi sehingga para pengikut (umat/jemaat) juga mulai memperlakukan ibadah/kebaktian sebagai sarana pembenaran diri dan penghiburan (secara jasmani) diri.
Banyak jemaat yang pindah-pindah gereja sampai mendapatkan ajaran/suasana gereja yang sesuai dengan keinginan hatinya. Jika hati mereka berkenan (bahasa inggrisnya: their hearts are pleased with the teachings), maka mereka akan menjadi 'jemaat' gereja tersebut. Namun jika mereka merasa apa yang dikhotbahkan di gereja itu menyinggung perasaan, mereka akan angkat kaki meninggalkan gereja itu.

Siapa yang salah?
Kita tidak berhak menghakimi siapa yang salah dan siapa yang benar. Jika boleh berkata gamblang, kita semua salah (yang benar hanyalah Tuhan).

Bagaimana sewajarnya kita bersikap?
Sebagai pemimpin rohani, mungkin akan lebih bijaksana jika tidak menyisipkan sindiran yang saling menyerang sesama gereja. Sebagai gembala, ajarlah domba-domba kalian kebenaran yang bersumber pada Injil. Jika ingin menegor pihak lain, carilah dulu ayat dalam Alkitab yang mendukung sehingga umat kalian tidak tersesat dengan pemberitaan (khotbah) yang salah.
Sebagai umat/jemaat, bijaksanalah dalam menerima ajaran/khotbah pemimpin kalian. Jangan 'dimakan mentah-mentah' segala khotbah pemimpin di gereja kalian. Pemimpin juga manusia loh, bisa terbawa emosional manusiawi dalam berkhotbah. Cerna dulu segala khotbah dan sandingkan/tandingkan dengan ayat Alkitab, karena hanya Alkitab-lah sumber kebenaran sejati.

Mari berbenah diri.
Tuhan Yesus memberkati. Amin.

Selasa, 27 September 2016

Beraliansi dengan Pihak yang Kuat

Jawab Yesus: "Kerajaan-Ku bukan dari dunia ini; jika Kerajaan-Ku dari dunia ini, pasti hamba-hamba-Ku telah melawan, supaya Aku jangan diserahkan kepada orang Yahudi, akan tetapi Kerajaan-Ku bukan dari sini. " (Yoh 18:36)

Shalom,
Kita sering mendengar strategi perang untuk melakukan aliansi (menjalin persahabatan) dengan pihak yang kuat agar dapat bertahan hidup. Tidak dipungkiri juga dalam kehidupan bermasyarakat, manusia cenderung 'berpihak' pada yang kuat, baik dari segi posisi maupun kekuasaan dan harta. 
Namun pernahkah kita berpikir: pihak manakah yang paling kuat dan hebat kepada siapa kita harus beraliansi?

Kita hidup di dunia, tak ayal kita berusaha untuk beraliansi kepada pihak yang memiliki kekuatan/kekuasaan secara fisik dan kasat mata. Pernahkah kita meyakini bahwa yang seharusnya kepada siapa kita harus beraliansi adalah kepada Tuhan?

Mengapa kita harus beraliansi kepada Tuhan?
Masih ingatkah kita akan kisah Orang Kaya dan Lazarus yang Miskin? (Luk 16:19-31)
Dalam kisah itu, Lazarus yang miskin tidak pernah mendapatkan perhatian, bahkan untuk mendapatkan makan saja ia harus menunggu makanan yang jatuh dari meja orang kaya. Sedangkan orang kaya itu hidup mewah setiap harinya.
Lalu matilah kedua orang itu (tiap manusia pasti akan mati), Lazarus duduk di pangkuan Abraham di surga, sedangkan orang kaya itu sengsara di alam maut. Melihat hal itu, orang kaya tersebut meminta agar sanak-saudaranya yang lain diingatkan sehingga mereka tidak masuk ke dalam sengsara seperti dirinya.

Dari kisah tersebut dapat kita yakini bahwa beraliansi harus kepada Tuhan.
Manusia suatu saat pasti akan mati juga, sehebat/sekaya/seberkuasa apapun orang itu di dunia karena penguasa langit dan bumi adalah Tuhan Allah. Pada akhirnya hanya Allah Bapa lah yang berkuasa menentukan hidup kita baik di dunia orang hidup maupun di dunia orang mati.

Jika kita adalah manusia yang bijaksana, maka tentu saja kita tahu bahwa beraliansi dengan pihak yang kuat adalah beraliansi dengan Tuhan, Allah Bapa yang Maha Kuasa.

Semoga kita lebih dikuatkan lagi. Amin.

Minggu, 25 September 2016

Jangan Cuek Melihat Orang Lain Berbuat Dosa.

Kalau Aku berfirman kepada orang jahat: Engkau pasti dihukum mati! - dan engkau tidak memperingatkan dia atau tidak berkata apa-apa untuk memperingatkan orang jahat itu dari hidupnya yang jahat, supaya ia tetap hidup, orang jahat itu akan mati dalam kesalahannya, tetapi Aku akan menuntut pertanggungan jawab atas nyawanya dari padamu. (Yeh 3:18).

Shalom saudara-saudari terkasih dalam Kristus.

Kali ini mari kita pelajari makna saling menegor, mengingatkan, dan memperhatikan.
Dalam kehidupan kita sehari-hari, tentu tidak terlepas dari masyarakat, baik orang yang kita kenal maupun yang tidak kita kenal.

Bagaimana kita bersikap dan bertindak?
Kita tahu bahwa sebagai umat Kristiani, kita dituntut oleh Tuhan untuk saling mengasihi sesama kita (ingat hukum kasih yang ke-2? Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri). Siapakah sesama kita? Apakah hanya orang yang kita kenal saja?

Sesama kita adalah semua orang di sekitar kita tanpa memandang apakah kita mengenalnya atau tidak, tanpa memandang apakah kita menyukainya atau tidak.
Menegor/mengingatkan orang yang kita kenal merupakan hal yang wajar, namun Allah menuntut kita lebih lagi, yaitu menegor dan mengingatkan semua orang atas kesalahan mereka, terlepas kita kenal atau tidak kenal.
Memang hal itu terdengar tidak masuk akal (hal yang bodoh) untuk dilakukan, tapi itulah pemikiran Allah yang berbeda dengan pemikiran manusia.

Lihatlah Yehezkiel, yang ditunjuk Allah sebagai penjaga Israel. Apakah Yehezkiel kenal semua orang Israel? Tentu tidak.
Apakah Yehezkiel, meskipun dipilih Allah, mampu dengan mudah menjaga dan menegor umat Israel? Tentu tidak. (Yeh 3: 7-8).
Akan tetapi, Allah mewajibkan Yehezkiel untuk menegor dan mengingatkan seluruh orang Israel atas segala kesalahannya dan kembali kepada kebenaran. Jika Yehezkiel tidak mengingatkan orang yang melakukan kejahatan akan kejahatannya sehingga orang itu mati karena kejahatannya, maka Allah akan menuntut pertanggungan jawab kepada Yehezkiel (Yeh 3: 18-21).

Kita sering melihat orang lain melakukan hal jahat kepada orang lain, akan tetapi jarang kita menegor/mengingatkan orang itu akan perbuatannya dengan alasan bahwa kita tidak kenal orang itu. Sikap cuek dan masa bodoh kepada orang lain atas kejahatannya itu merupakan sikap yang salah dan Allah akan menuntut pertanggungan jawab kepada kita. Mengapa?
Karena Tuhan meminta kita untuk mencintai sesama kita (semua orang) seperti diri kita sendiri. Apakah kita mau melihat diri kita mati karena kejahatan kita? Tentu tidak kan?
Terlebih lagi kita sebagai umat Kristiani diwajibkan untuk mengenal Tuhan lebih dalam lagi melalui teladan dan ajaran-Nya sehingga kita akan lebih mampu membedakan mana yang baik dan mana yang jahat.

Menegor/mengingatkan di sini lebih kepada sikap ramah, jangan membentak atau memerintah dengan nada sok. Niscaya orang tersebut akan terselamatkan hidupnya.

Mari kita belajar untuk peduli dan tidak cuek terhadap orang lain di sekitar kita.
Mari saling menegor dan mengingatkan agar kita sama-sama memperoleh keselamatan.
Berkat Tuhan selalu beserta kita. Amin.

Sabtu, 24 September 2016

Tahukah Kamu apa Kalimat 'Mantra' umat Kristiani?

"Jika kamu meminta sesuatu kepada-Ku dalam nama-Ku, Aku akan melakukannya." - Yoh 14:14

Shalom saudara-saudari terkasih dalam Kristus,

Masalah tentu akan ada setiap hari dalam kehidupan kita, baik kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, maupun kehidupan rohani kita. Ada kalanya kita memohon bantuan Tuhan Yesus, namun hal yang sering salah kaprah adalah pemahaman kita atas janji Tuhan dimana Dia akan melakukan permintaan yang kita minta di dalam nama-Nya. Kita sering mengambil sepenggal-sepenggal ayat Alkitab guna melakukan pembenaran atas apa yang kita lakukan.
Pernyataan Tuhan dalam Yoh 14:14 itu sebenarnya tidak boleh ditafsirkan mentah-mentah bahwa jika kita meminta sesuatu maka Tuhan akan melakukannya untuk kita. Kita seharusnya membaca satu perikop utuh dimana kondisi tersebut diucapkan Tuhan kepada para murid-Nya yang mulai gelisah takut kehilangan arah (Yoh 14:5). Pada saat itu juga Tuhan Yesus menyatakan bahwa siapa saja yang percaya kepada-Nya akan melakukan pekerjaan-Nya. Barulah setelah itu Tuhan menyatakan bahwa Ia akan melakukan apa yang kita minta kepada-Nya.

Seringkali kita dalam menghadapi masalah, langsung berdoa kepada Tuhan memohon pemecahan masalah dengan singkat segera dan ekspres, padahal bukan itu yang Tuhan mau dari kita. Ada baiknya jika kita berdoa adalah memohon kekuatan untuk menghadapi masalah, bukan meminta Tuhan agar memecahkan masalah untuk kita sedangkan kita tidak berusaha untuk instrospeksi dan memperbaiki diri.

Pada suatu ketika ada seorang kristiani yang melakukan kesaksian di gereja mengenai mukjizat Tuhan dalam hidupnya. Orang itu bersaksi bahwa ia difitnah oleh rekan kerjanya sehingga dimusuhi oleh atasannya. Gaji orang itu tidak dikeluarkan karena dianggap sebagai uang pengganti kerugian yang diderita oleh perusahaan dan ia tidak diperbolehkan mengundurkan diri hingga seluruh kerugian tersebut terbayarkan. Singkat cerita, ia berdoa minta Tuhan Yesus menyelesaikan masalahnya. Tiap hari ia berdoa yang sama hingga bulan berikutnya ia mendapatkan jalan keluarnya. 
Di akhir cerita, seorang pendeta yang mendatangi kebaktian tersebut berdiri dan dengan lembut menegur orang itu dengan mengatakan bahwa seharusnya tidak baik memperlakukan kalimat "Ya Tuhan.... " sebagai 'mantra' (saya menggunakan istilah mantra bukan merujuk pada dunia gelap dan sejenisnya, melainkan merujuk pada istilah unik untuk kalimat yang sering diucapkan) untuk menyelesaikan masalahnya. Pendeta itu mengatakan seharusnya yang dijadikan 'mantra' adalah kalimat "Puji Tuhan" di dalam keadaan apapun, dalam suka maupun duka.
Pendeta itu pun mengatakan bahwa doa yang seharusnya kita doakan setiap saat adalah doa Bapa Kami, bukan melulu doa permohonan.

Mengapa?
Karena manusia hanya mengatakan kalimat "Ya Tuhan..." ketika ia sedih saja dan "Puji Tuhan" ketika masalahnya terselesaikan. Namun lebih sering yang terucap adalah kalimat "Ya Tuhan....." sehingga seolah-olah kalimat itu menjadi mantra kita dalam menyelesaikan masalah. Dan ketika masalah tak kunjung terselesaikan, manusia cenderung mengalami kepahitan 'gagal mantra' serta jarang mengucapkan "Puji Tuhan".

Para rasul pun selalu mengingatkan kita agar selalu bersyukur dan memuji Tuhan dalam segala hal dan dalam kondisi apapun yang kita alami.
Tuhan memberkati. Amin.

Jumat, 23 September 2016

Jangan Biarkan Orang Sekelilingmu Melemahkan Imanmu kepada Tuhan

Ketika dilihat TUHAN, bahwa kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata, maka menyesallah TUHAN, bahwa Ia telah menjadikan manusia di bumi, dan hal itu memilukan hati-Nya. Berfirmanlah TUHAN: "Aku akan menghapuskan manusia yang telah Kuciptakan itu dari muka bumi, baik manusia maupun hewan dan binatang-binatang melata dan burung-burung di udara, sebab Aku menyesal, bahwa Aku telah menjadikan mereka". Tetapi Nuh mendapat kasih karunia di mata TUHAN. - Kej 6:5-8

Shalom saudara-saudari terkasih dalam Kristus,

Tokoh dalam Alkitab kali ini yang akan kita pelajari adalah Nuh.
Siapakah Nuh itu? Hal apa yang dapat kita pelajari dari Nuh?

Nuh adalah seorang yang benar dan tidak bercela di antara orang-orang sezamannya; dan Nuh itu hidup bergaul dengan Allah (Kej 6:9). Di saat seluruh manusia melakukan dosa dan Allah melihat bahwa bumi itu telah rusak karena banyaknya kekerasan, keluarga Nuh justru menjadi satu-satunya keluarga yang tetap bergaul dengan Allah. Imannya tidak kendur meskipun seluruh manusia di sekitarnya hidup jahat.

Maka ketika Allah memutuskan untuk memusnahkan seluruh makhluk hidup di muka bumi, hanya Nuh dan keluarganyalah yang mendapatkan belas kasih di mata Allah sehingga Allah memberitahukan rencana-Nya kepada Nuh dan membimbing Nuh beserta keluarganya agar tidak binasa.
Pada cerita/film rohani tentang Nuh, sering kita dengar/lihat bahwa orang sekitar Nuh mengolok Nuh, bahkan menganggap Nuh dan keluarganya gila karena membangun bahtera yang besar, namun Nuh tetap beriman kepada Allah dan menuruti perintah dan petunjuk Allah.
Singkat cerita, datanglah air bah dan hanya Nuh beserta keluarga dan hewan-hewan yang dibawanyalah yang selamat dari murka Allah.

Sama halnya dengan kehidupan kita sekarang.
Tak sedikit orang-orang di sekitar kita yang, mungkin tidak secara langsung, dapat melemahkan iman kita kepada Tuhan. Misalnya melihat orang yang selalu rajin ke gereja dan memuji Allah namun kehidupan di luar gerejanya main tipu sana - tipu sini. Atau pendeta yang kotbahnya menggelegar namun ternyata melakukan korupsi dana gereja. Atau pastor yang di muka jemaatnya selalu mengajarkan kebaikan padahal di luar gereja melakukan tindakan pelecehan.
Kejadian semacam itu secara tidak kita sadari akan menggerus dan melemahkan iman kita kepada Tuhan. Mungkin kita merasa kecewa dan menyesal mengikuti ajaran orang tersebut.

Bagaimana kita seharusnya menyikapinya?
Seorang teman seiman selalu mengingatkan saya bahwa jangan melihat agama Kristen/Katolik dari tingkat laku orangnya. Lihatlah dari sisi ajaran dan lihatlah (teladanilah) Tuhan Yesus, karena manusia itu tidak ada yang sempurna, pendeta maupun pastor jugalah manusia (daging) sama seperti kita. Perbedaan kita kaum awam dengan pendeta maupun pastor hanyalah ilmu mengenai Alkitab. Pendeta dan pastor lebih dalam dan intens dalam mempelajari Alkitab, di luar itu kita adalah sama-sama manusia.
Jadi ketika melihat orang kristiani melakukan tindakan dosa, janganlah hal itu turut melemahkan iman kita kepada Tuhan.

Apa langkah yang bisa kita ambil?
Tetap bertekun pada Tuhan, rajin berdoa (bawalah segala beban pikiran kita dalam doa), rajin membaca Alkitab, ikuti perkumpulan doa agar dapat saling menguatkan iman kita.
Namun perlu diingat, semakin kita bergaul akrab dengan Tuhan, maka akan semakin banyak kita merasa bahwa tindakan manusia itu banyak dosa. Sekali lagi janganlah hal itu menjadi pengendur iman kita kepada Tuhan. Justru buatlah hal itu pemacu diri kita untuk semakin dekat dengan Allah sehingga kita semakin mampu membedakan tindakan dosa (jahat) dengan yang baik.

Jadilah seperti Nuh dan keluarganya yang selalu berpegang teguh pada iman akan Allah meskipun orang-orang sekitarnya sangat berdosa.
Tuhan Yesus memberkati kita semua. Amin.

Kamis, 22 September 2016

Marah kepada Orang Bebal hanya Membawa Petaka pada Diri Sendiri

Ketika Musa dan Harun telah mengumpulkan jemaah itu di depan bukit batu itu, berkatalah ia kepada mereka: "Dengarlah kepadaku, hai orang-orang durhaka, apakah kami harus mengeluarkan air bagimu dari bukit batu ini?" Sesudah itu Musa mengangkat tangannya, lalu memukul bukit batu itu dengan tongkatnya dua kali, maka keluarlah banyak air, sehingga umat itu dan ternak mereka dapat minum. Tetapi TUHAN berfirman kepada Musa dan Harun: "Karena kamu tidak percaya kepada-Ku dan tidak menghormati kekudusan-Ku di depan mata orang Israel, itulah sebabnya kamu tidak akan membawa jemaah ini masuk ke negeri yang akan Kuberikan kepada mereka. - (Bil 20:10-12)

Shalom saudara-saudari terkasih dalam Kristus,

Dalam kehidupan bermasyarakat, tidak jarang kita merasakan marah atau sebal (mangkel dalam bahasa Jawa nya) terhadap orang lain. Tak jarang juga orang, yang kepada siapa kita menaruh rasa emosi marah, itu tidak menunjukkan adanya keinginan berubah atau yang biasa disebut dengan keras kepala dan bebal.
Bagaimana kita dalam menghadapinya? Apakah kita akan tetap memelihara rasa marah tersebut dan melampiaskan dalam tindakan?

Mari kita melihat apa yang terjadi pada Musa dan Harun.

Kita sudah tahu bahwa Musa dan Harun diutus Allah untuk membawa umat terpilih (bangsa Israel) keluar dari perbudakan Mesir menuju kepada tanah perjanjian, yaitu Kanaan. Dan kita tahu bahwa bangsa Israel adalah bangsa yang tegar tengkuk. Setiap kali mengalami suatu masalah, bangsa Israel selalu marah dan mengomel kepada Musa dan Harun, bahkan menyindir Musa dan Harun sehingga "memaksa" mereka berdua untuk berdoa memohonkan kepada Allah untuk memenuhi komplain bangsa tersebut.

Puncaknya dapat kita lihat pada kitab Bilangan (baca Bil 20:2-13), dimana bangsa Israel, yang masih saja tidak percaya kepada Allah bahwa Allah menyediakan tanah kaya dan subur yang mengandung banyak susu dan madu, mulai mengerumuni Musa dan Harun untuk melayangkan protes karena tidak tersedianya air. 
Mendengar protes tersebut, Musa dan Harun berdoa kepada Tuhan agar memberikan air bagi umat tersebut, dan Tuhan mengabulkannya dengan meminta Musa dan Harun untuk mengumpulkan umatnya dan berkata kepada bukit batu yang ditunjuk agar mengeluarkan mata air bagi umat Israel.
Singkat cerita, Musa dan Harun pun mengumpulkan umat Israel di bukit batu tersebut. Namun karena umat Israel membuat emosi (marah) hati Musa dengan segala protes, maka ia menjadi teledor dalam berkata-kata dan bertindak. Ia mengatakan "apakah kami harus mengeluarkan air bagimu dari bukit batu ini?". Kalimat emosi inilah yang membuat Musa jatuh ke dalam dosa karena melangkahi Allah (sebab yang memberikan mata air ini bukanlah Musa maupun Harun, melainkan Allah). Kalimat emosi ini sejatinya tidak akan keluar dari mulut Musa jikalau hati Musa tidak marah kepada bebalnya umat Israel.
Selain itu, kepahitan hati Musa juga terlihat dari tindakan memukul bukit batu itu dengan tongkatnya dua kali sehingga keluarlah air bagi umat Israel. Tindakan emosi itu membuat mereka (Musa dan Harun) jatuh ke dalam dosa karena mereka lebih mengikuti emosi daripada perintah Tuhan (sebab Tuhan memerintahkan mereka untuk berkata kepada bukit batu itu, bukan memukulkan tongkat, apalagi hingga dua kali).

Dua hal tersebut membuat Musa dan Harun jatuh ke dalam dosa sehingga Tuhan melarang mereka masuk ke dalam tanah perjanjian (Kanaan).

Jika kita telaah dengan pemikiran manusia, Musa dan Harun tidak salah jika marah melihat tingkah laku bebal umat Israel yang tidak percaya akan penyertaan Allah dan selalu protes dan "menyindir" mereka. Akan tetapi pemikiran Allah memang berbeda dengan manusia.

Itulah sebabnya, jika kita marah/emosi, alangkah baiknya jika kita tenang terlebih dahulu agar seluruh ucapan dan tindakan kita tidak terbawa emosi kita yang pada akhirnya menjatuhkan kita ke dalam dosa. Jika kita terbawa emosi dan berkata-kata serta bertindak dosa, maka diri kita sendirilah yang menanggung akibat dan petakanya, bukan lawan bicara kita.

Semoga dengan adanya kisah ini membuat kita belajar dan menjadi manusia yang lebih baik lagi.
Tuhan Yesus memberkati. Amin.

Senin, 19 September 2016

Kisah Mordekhai, orang Yahudi yang tulus ikhlas

"Maka titah raja kepada Haman: Segera ambillah pakaian dan kuda itu, seperti yang kau katakan itu, dan lakukan demikian kepada Mordekhai, orang Yahudi, yang duduk di pintu gerbang istana. Sepatah kata pun janganlah kau lalaikan dari pada segala yang kau katakan itu" (Ester 6:10).

Shalom saudara terkasih dalam Kristus.

Kali ini mari kita bahas mengenai kisah Mordekhai.

Bagaimana kisah Mordekhai ini?

Mordekhai adalah seorang Yahudi yang baik hati dan tidak sombong. Ia jugalah yang mengajukan Ester untuk menjadi bakal calon ratu. Dengan tekun ia selalu berjaga di depan pintu istana.
Mordekhai tekun berjaga di depan pintu istana meskipun Ester, wanita yang ia anggap sebagai anaknya sendiri, telah menjadi ratu bagi Raja Ahasyweros. Ia sedikitpun tidak meminta harta dan kekayaan dari sang ratu.

Suatu hari ia mendengar konspirasi dari sida-sida raja untuk membunuh sang raja. Dengan segera ia memberitahukan hal itu kepada Ratu Ester agar dapat diberitahukannya kepada raja. Dan singkat cerita, rencana pembunuhan tersebut pun berhasil digagalkan.
Peristiwa tersebut dan jasa dari Mordekhai pun dicatat oleh raja dalam kitab sejarah, sesuai dengan kebiasaan raja pada saat itu.
Pada saat itu pun Mordekhai tidak meminta imbalan jasa apapun dari raja maupun ratu.

Pada suatu hari, Haman, petinggi raja, berjalan ke depan pintu istana. Pada saat itu, sesuai titah raja, semua orang wajib melakukan hormat sujud kepada Haman.
Semua pegawai istana melakukan hormat, kecuali Mordekhai.
Haman yang tinggi hati itu merasa terhina karena Mordekhai tidak sujud kepadanya.
Maka Haman, yang mengetahui bahwa Mordekhai adalah orang Yahudi, memikirkan tipu muslihat dengan mengadukan kepada raja bahwa ada suku yang tidak menuruti perintah raja (tanpa menyebutkan bahwa titah yang dilanggar hanyalah titah sujud di hadapan Haman) dan mohon raja mengeluarkan titah untuk membunuh semua orang bangsa itu.
Raja mengeluarkan titah kepada Haman untuk melakukan tindakan yang pantas untuk bangsa itu.

Maka Haman mengatas-namakan raja mengeluarkan titah untuk membunuh semua orang Yahudi.
Mengetahui hal itu, Mordekhai langsung berkabung dan menghubungi ratu Ester agar ratu Esther dapat meminta belas kasih sang raja untuk bangsa Yahudi.
Sang ratu pun meminta agar Mordekhai bersama dengan bangsa Yahudi yang masih hidup untul berpuasa agar Tuhan menyertai ratu Ester.

Setelah membunuh banyak orang Yahudi, Haman masih panas hatinya melihat bahwa Mordekhai masih tidak sujud di hadapannya. Maka Haman meminta didirikan tiang untuk menggantung Mordekhai di hadapan raja dan ratu sebagai persembahan dan simbol hukuman bagi bangsa yang melanggar titah raja.

Tuhan tentu tidak tinggal diam melihat doa dan puasa bangsa Yahudi.
Maka suatu malam sebelum rencana menggantung Mordekhai, raja dibuat tidak bisa tidur sehingga raja meminta pegawainya untuk membacakan kitab sejarah.
Dalam kitab itu tercatat jasa Mordekhai menggagalkan pembunuhannya. Ketika raja bertanya mengenai penghargaan apa yang telah diberikan atas jasa itu, pegawai raja mengatakan bahwa atas jasanya, Mordekhai tidak meminta dan tidak diberi penghargaan apa-apa.

Esok harinya, raja memanggil Haman dan menanyakan penghargaan apa yang selayaknya diberikan kepada orang yang kepada siapa raja itu berkenan.
Maka segala cara penghargaan diusulkan Haman kepada raja, tanpa mengetahui bahwa orang yang dimaksud oleh raja itu adalah Mordekhai.
Maka raja memberikan titah kepada Haman untuk melakukan itu kepada Mordekhai. Panaslah hati Haman.

Dan pada malam perjamuan ratu dan raja, sang ratu Ester mengadukan tipu muslihat Haman kepada raja.
Dengan panas hati raja memitahkan pasukan untuk menggantung Haman di tiang yang awalnya didirikan Haman sendiri untuk menggantung Mordekhai.

Hikmat apa yang dapat kita petik dari kisah ini?

1) Lakukan segala sesuatu dengan tulus ikhlas.

Mordekhai melakukan segala hal demi keselamatan dan kenikmatan sang raja dengan tulus ikhlas sehingga pada akhirnya sang raja sendiri yang memberikan hadiah lebih dari apa yang pernah ia bayangkan.
Sama halnya dengan kita. Selalu lakukan segala hal dengan tulus ikhlas. Membantu dengan ikhlas, bekerja dengan ikhlas, dan biarkan Tuhan yang membalas kita berlipat ganda di luar yang kita bayangkan.

2) Jadilah seseorang yang tekun dan takut kepada Tuhan.

Orang yang takut akan Tuhan tidak akan pernah meninggalkan Tuhan dalam segala keputusan yang diambil.
Ketika mengetahui bahwa orang Yahudi dibantai oleh Haman, Mordekhai tetap berpegang teguh kepada pertolongan Tuhan dengan berpuasa.
Kita pun sejatinya harus seperti itu dalam menjalani kehidupan. Jangan pernah melepaskan Tuhan, bahkan jangan sekali-kali sampai berani melawan Tuhan! Kita tidak pantas mempertanyakan Tuhan karena segala hal terjadi itu sudah atas izin Tuhan, dan segala hal yang terjadi itu memiliki tujuan baik dan indah pada waktunya.

3) Tuhan tidak tidur dan tutup mata.

Haman melakukan rencana jahat kepada Mordekhai dan kaumnya, bahkan berencana menggantung Mordekhai di depan raja. Namun, pada malam tepat sebelum Mordekhai akan digantung oleh Haman, Tuhan membuat raja Ahasyweros susah tidur sehingga ia membuka kembali kitab sejarah dan membaca jasa Mordekhai.
Jika bukan Tuhan, siapa lagi yang mampu melakukan skenario indah itu?
Tuhan punya rencana yang baik dalam setiap hidup kita asalkan kita selalu berpegang teguh dan percaya kepada-Nya.
Meskipun hal yang menimpa kita terkesan buruk dan tidak adil bagi kita saat ini, tetaplah yakin bahwa Tuhan tidak tidur. Tuhan memiliki suatu rancangan indah dalam membentuk kita menjadi manusia yang lebih baik lagi sehingga pada akhirnya manusia berkembang menuju kepada kesempurnaan layaknya Allah Bapa adalah sempurna adanya.

4) Jangan tinggi hati/congkak dengan penghargaan yang kita dapatkan.

Haman menjadi tinggi hati setelah raja menaikkan pangkatnya lebih tinggi daripada petinggi raja yang lainnya. Hal itu membuat Haman tinggi hati hingga lupa diri. Rasa tinggi hati itu membuat panas hati Haman ketika melihat Mordekhai tidak sujud menghormatinya. Hal itu akhirnya berujung pada kebinasaan Haman sendiri.
Kita pun harus mampu mengendalikan diri kita ketika berhasil mencapai suatu prestasi, jangan sampai dibutakan oleh gila hormat.
Ketika mata kita sudah dibutakan oleh hal seperti itu, maka kebinasaan tidak jauh dari kita.

Mungkin masih ada banyak hal yang dapat kita pelajari dari kisah Mordekhai ini. Kalian dapat mendalami kisah Mordekhai ini pada kitab Ester bab 2 hingga 7.
Renungkan dan serapi pembelajaran positif dari kisah tokoh Alkitab ini.
Semoga membantu.

Sampai jumpa pada kisah tokoh Alkitab berikutnya.
Tuhan memberkati.

Minggu, 20 Maret 2016

Hidup oleh Roh dan pengharapan anak-anak Allah

(Roma 8:15) Sebab kamu tidak menerima roh perbudakan yang membuat kamu menjadi takut lagi, tetapi kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah. Oleh Roh itu kita berseru: "ya Abba, ya Bapa!"

Shalom saudara terkasih dalam Kristus.
Kali ini kita diajak untuk mengenal pengharapan (hope) kita di masa yang akan datang.

Seperti yang kita ketahui, Tuhan Yesus disalibkan untuk menebus dosa kita semua agar kita layak untuk dapat menerima Roh Allah. Setiap dari kita yang menerima Tuhan Yesus sebagai juru selamat wajib hidup dalam keinginan Roh sebab keinginan daging adalah perseteruan terhadap Allah karena daging tidak takluk kepada hukum Allah (Roma 8:7). Mana mungkin kita yang menerima Allah malah menginginkan perseteruan dengan-Nya? Tetapi jika orang tidak memiliki Roh Kristus, ia bukan milik Kristus.

Jadi kita adalah orang yang berhutang, tetapi bukan kepada daging. Mengapa? Karena hutang dosa kita telah ditebus oleh Yesus Kristus. Dan tidak hanya ditebus hutangnya, malahan kita dibebaskan dari roh perbudakan, roh yang membuat kita terikat dalam ketakutan sebab akar dari perbuatan dosa adalah rasa takut, seperti takut akan masa depan, takut miskin, takut dihina dan diasingkan, takut Tuhan tidak menjawab doa kita sesuai dengan keinginan kita sendiri, dan takut lainnya.

Akan tetapi kita menerima Roh yang menjadikan kita anak Allah, dimana oleh Roh itu kita berseru: "Ya Abba, ya Bapa" kepada Allah Bapa kita di surga.

Lantas, apa yang menjadi pengharapan kita sebagai anak Allah? Keselamatan abadi!
Banyak orang yang tidak mengenal Bapa menertawakan mengenai pengharapan kita ini. Di saat kita menghadapi ujian di dunia, banyak yang mengolok: "mana Tuhanmu?"
Mereka cenderung meminta bukti yang tampak atas pengharapan kita akan keselamatan abadi tersebut. Namun satu hal yang dapat kita pegang teguh di saat mereka mencoba menggoncangkan iman kita, yaitu: pengharapan yang dapat dilihat bukanlah pengharapan (hope) lagi, melainkan keinginan (want), sebab bagaimana orang masih mengharapkan apa yang sudah dapat dilihatnya?
Tetapi jika kita mengharapkan apa yang tidak kita lihat, kita menantikannya dengan tekun (Roma 8:25).

Marilah kita dengan tetap teguh berbuat sesuai dengan teladan yang telah diajarkan oleh Tuhan Yesus sendiri semasa hidup-Nya di dunia ini melalui kitab suci, bukan sesuai dengan klaim mendengar suara Tuhan, sambil menunggu pemenuhan pengharapan akan keselamatan abadi dari Tuhan kita.

Sebab aku yakin, bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita (Roma 8:18).

Kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita jauh lebih berharga daripada penderitaan yang harus kita endure selama hidup di dunia ini.

Berkat Tuhan selalu beserta kita. Amin.

Selasa, 08 Maret 2016

Dosa, Hukum Taurat, dan Bangkit dengan Kristus

"Sebab sebelum hukum Taurat ada, telah ada dosa di dunia. Tetapi dosa itu tidak diperhitungkan kalau tidak ada hukum Taurat." (Roma 5:13)


Shalom saudara-saudari terkasih dalam Kristus.
Kali ini akan dibahas topik yang menarik seputar hubungan dosa, hukum Taurat, dan kebangkitan bersama Kristus.

Kita biasanya hanya tahu bahwa kita berdosa jika melanggar suatu hukum, akan tetapi tahukah kita asal dari dosa itu sendiri? Manakah yang lebih dahulu? Dosa atau hukum?

Dosa sudah ada terlebih dahulu sejak zaman Adam dan sudah mulai berkuasa sejak zaman Adam. Ular yang menipu Hawa untuk melanggar perintah Allah dengan memakan buah terlarang itu adalah Dosa. Akan tetapi saat itu dosa belum dikenal karena saat itu belum ada hukum.

Tetapi hukum Taurat ditambahkan supaya pelanggaran menjadi semakin banyak. Berarti apakah hukum Taurat itu dosa? Sekali-kali TIDAK! Sebaliknya, justru oleh hukum Taurat manusia telah mengenal dosa. Kita tidak akan mengenal apa itu "mengingini barang milik sesama dengan tidak adil" jikalau dalam hukum Taurat tidak dikatakan "Jangan mengingini barang milik sesamamu manusia dengan tidak adil". Tanpa hukum Taurat, kita tidak akan mengenal apa itu dosa. (Roma 7:7)

Berarti apakah sebaiknya hukum Taurat itu tidak pernah ada? SALAH!
Justru jika hukum Taurat tidak ada, manusia tidak akan mengenal dosa sehingga justru akan binasa karena melakukan dosa namun tidak mengetahuinya. Tanpa hukum Taurat, manusia tidak bisa mengenal apa itu kasih karunia sehingga tidak akan ada pertobatan.

Namun ketika hukum Taurat diperkenalkan kepada manusia, dosa semakin kuat atas manusia, lantas bagaimana?
Tetap hukum Taurat adalah kudus, dan perintah itu juga adalah kudus, benar dan baik. Tetapi dalam perintah itu dosa mendapat kesempatan untuk membangkitkan di dalam diri manusia rupa-rupa keinginan dan dosa (sebab tanpa hukum Taurat, dosa itu mati). (Roma 7:8)
Kita manusia yang lemah selalu cenderung akan mencoba melanggar hukum karena hal yang buruk selalu merupakan hal yang enak. Bermalas-malasan, memaki orang, berdusta, mabuk, dugem, dan sejenisnya merupakan hal yang dianggap enak, namun hal tersebut adalah dosa!

Jika begitu, bagaimana nasib manusia?
Di sinilah Tuhan Yesus Kristus berperan. Ia telah mati demi kita, dan barangsiapa yang percaya serta memberi diri dibaptis maka ia pun ikut mati bersama Kristus serta bangkit dengan Kristus. Tubuh manusia lama kita telah mati disalibkan dan kita sepenuhnya adalah milik Tuhan. (Roma 6:6 &11)
Dan kita semua tahu bahwa hukum berkuasa atas seseorang selama orang itu hidup, berarti ketika kita mati bersama Kristus dan dibangkitkan dengan Kristus, maka kita juga sudah mati terhadap dosa dan mati terhadap hukum Taurat supaya kita sepenuhnya menjadi milik Kristus dan berbuah bagi Allah. Sebab kamu tidak akan dikuasai lagi oleh dosa, karena kamu tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah kasih karunia (Roma 6:14).

Berbeda halnya dengan di bawah hukum Taurat, di bawah kasih karunia, dosa tidak mempunyai kekuatan maupun kesempatan untuk membangkitkan dalam diri kita manusia rupa-rupa kejahatan.
Itulah hebatnya ajaran kasih karunia yang diajarkan Tuhan Yesus kepada kita.
Kasih karunia bukanlah sebuah hukum, dan dengan melakukan kasih karunia yang diajarkan Tuhan Yesus berarti kita menggenapi hukum Taurat tanpa memberikan kesempatan kepada dosa untuk berkuasa atas diri kita.

Marilah kita mulai sekarang berusaha untuk selalu melakukan ajaran kasih yang dicontohkan oleh Tuhan Yesus sendiri agar kita terbebas dari belenggu dosa.
Berkat Tuhan selalu beserta kita semua. Amin.

Minggu, 06 Maret 2016

Dua Tipe Orang Berdosa dalam Perumpamaan Anak yang Hilang

"Kata ayahnya kepadanya: Anakku, engkau selalu bersama-sama dengan aku, dan segala kepunyaanku adalah kepunyaanmu. Kita patut bersukacita dan bergembira karena adikmu telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali." (Luk 15:31-32)


Shalom saudara-saudari terkasih dalam Kristus.
Kita semua tentu sudah sering mendengarkan perumpamaan tentang anak yang hilang kan?
Siapakah orang berdosa dalam perumpamaan itu?

Selama ini kita selalu berfokus pada "anak yang hilang" sebagai seorang yang berdosa, namun sadarkah kita bahwa dalam perumpamaan tentang anak yang hilang itu sebenarnya ada dua tipe orang berdosa?

 Mari kita bahas satu per satu mengenai tipe orang berdosa dalam perumpamaan tersebut:

1) Si Bungsu (anak yang hilang):
Kita sudah mengetahui bahwa fokus dari perumpamaan ini adalah si bungsu yang meminta sebagian harga dari bapanya yang menjadi hak warisnya. Kita sadar bahwa sejak awal si bungsu ini sudah berdosa karena ia meminta bagian yang seharusnya belum menjadi haknya (yaitu warisan). Dosanya bertambah ketika ia pergi menghamburkan harta tersebut dengan berfoya-foya di kota lain jauh dari bapanya tanpa mengindahkan bapanya~ (Luk 15:13)

Gambaran si bungsu ini mirip seperti kita manusia yang menggunakan "harta" (akal budi, kepandaian, rejeki, dan kekayaan alam) yang diberikan secara cuma-cuma oleh Bapa kita demi keuntungan pribadi dan menghabiskannya dengan hidup hedonisme yang berlebihan. Kita juga sering berbuat dosa dengan harta yang kita peroleh tersebut (dugem, minum minuman keras, mabuk, ke tempat pelacuran, dan sebagainya).

Namun dalam kisah selanjutnya, si bungsu mengalami kesusahan dan melarat serta hidup serba kekurangan. Pada saat itulah ia mengingat bapanya beserta para upahan yang mengikuti bapanya itu. Hidup bapanya dan para upahan bapanya jauh lebih enak daripada kondisinya, maka pada diri si bungsu timbul rasa ingin kembali kepada bapanya. 
"Aku akan bangkit dan pergi kepada bapaku dan berkata kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa; jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa." (Luk 15: 18-19)

Ungkapan si bungsu di atas secara tidak langsung merupakan ungkapan tobat kepada bapanya. Ia menyadari kesalahannya dan ingin kembali kepada bapanya, namun bukan lagi sebagai anak, melainkan sebagai upahan (pekerja). Ia merasa tidak layak dan berdosa kepada bapanya namun memberanikan diri untuk mengaku kesalahannya dan mau kembali kepada bapanya.
Sama seperti kita manusia berdosa. Saat kita menyadari akan segala dosa dan kesalahan kita kepada Bapa kita di surga, baiklah kita memiliki keberanian untuk kembali kepada Tuhan, mengakui segala kesalahan kita, dan mengikuti ajaran Tuhan (menjadi seorang upahan). 

Bagaimana reaksi sang ayah terhadap anaknya yang hilang tersebut?
Sang ayah ternyata terus menunggu kembalinya anaknya tersebut. Ia lari mengejar dan mendapati anaknya yang kembali tersebut meskipun masih jauh dan segera memeluk dan menciuminya. Melihat reaksi ayahnya itu, si bungsu mulai mengaku pertobatannya.
"Kata anak itu kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa. Tetapi ayah itu berkata kepada hamba-hambanya: Lekaslah bawa ke mari jubah yang terbaik, pakaikanlah itu kepadanya dan kenakanlah cincin pada jarinya dan sepatu pada kakinya...." (Luk 15: 21-24)

Pada bagian tersebut kita melihat bahwa sang ayah selalu menantikan anaknya kembali dan sekembalinya anaknya itu, sang ayah berlari untuk menyambutnya.
Tuhan kita juga sama, Tuhan kita akan selalu berlari untuk mendapatkan kita saat kita mulai memutar jalan kita dan kembali kepada jalan yang benar.
Dan poin penting yang selalu tidak kita sadari adalah, pada bagian Luk 15:21-22, ketika si bungsu mulai menyatakan pertobatannya, belumlah sampai kata-kata "jadikan aku seorang upahan bapa", sang ayah sudah langsung meminta hamba-hambanya untuk memberikan kepada si bungsu segala yang terbaik.
Sama seperti Allah Bapa kita di surga. Saat manusia mengakui dosa dan melakukan pertobatan, seringkali kita menyatakan bahwa kita tidak pantas menjadi anak Allah dan pantasnya adalah sebagai hamba upahan saja. Namun, Bapa kita di surga selalu menganggap kita sebagai anak-Nya dan akan selalu bergembira ketika anak-Nya yang hilang tersebut kembali.

Oleh karena itu, setiap kita manusia janganlah pernah berpikiran sempit dengan mengakhiri hidup kita tatkala kita merasa jatuh ke dalam dosa yang paling parah. Beranikan diri untuk bertobat dan kembali kepada Tuhan. Tuhan selalu membuka pintu pengampunan kepada setiap kita yang berdosa.

2) Si sulung (anak yang selalu mengikut dan menuruti sang ayah):
Si sulung adalah anak yang selalu taat dan menuruti sang ayah. Ia tidak pernah meninggalkan ayahnya. Lalu mengapa si sulung juga termasuk ke dalam tipe orang berdosa dalam perumpamaan ini? Karena ia marah dan iri hati ketika melihat belas kasihan sang ayah kepada adiknya.
"Maka marahlah anak sulung itu dan ia tidak mau masuk. Lalu ayahnya keluar dan berbicara dengan dia." (Luk 15:28)

Si sulung tersebut dalam dunia ini adalah kita manusia yang dengan taat selalu menuruti perintah Tuhan dan berusaha tidak berbuat dosa dan hidup seturut ajaran Bapa di surga. Namun terkadang dalam diri kita ini merasa gereget dan iri ketika Tuhan memberi ampun kepada para pendosa. 

Si sulung dengan keras hati merasa bahwa yang berhak untuk tinggal dan bergembira dengan sang ayah adalah orang yang selalu menurutinya sehingga ia sangat kecewa begitu mendengarkan bahwa sang ayah melakukan perjamuan besar bagi adiknya yang telah menghamburkan harta dan berbuat dosa (Luk 15:30).

Sama halnya dengan kita manusia. Seringkali kita beranggapan bahwa orang yang berdosa berat tidak layak untuk mengambil bagian dalam kerajaan Allah. Kita secara sepihak melakukan vonis (judgement) kepada orang berdosa tersebut sehingga ketika kita melihat adanya pengampunan bagi orang yang berdosa berat, kita sering kecewa terhadap kepercayaan yang selama ini dianut.
Dengan pemikiran seperti itu, kita sendirilah yang berdosa. Mengapa?

Karena kita melupakan bahwa ajaran Tuhan Yesus adalah cinta kasih. Cinta kasih itu lemah lembut dan tidak keras hati dan mau mengampuni. Kita tidak boleh berpikir kolot dan berkeras hati bahwa orang yang berdosa berat tidak layak diampuni dan tidak layak mengambil bagian dalam keselamatan dari Bapa.

Bagaimana reaksi sang ayah kepada sifat si sulung?
Lagi-lagi sang ayah yang keluar menemui anaknya yang tidak mau masuk ke dalam rumahnya itu. Sang ayah mendapati anak sulungnya itu dan memberi pengertian kepada si sulung. (Luk 15:31-32).

Nah, tipe manakah diri kita di dunia ini?

Marilah kita selalu belajar membenahi diri dan memberanikan diri untuk memohon ampun kepada Tuhan Allah Bapa di surga ketika kita berbuat dosa. Dan selalu memohon kekuatan untuk mau mengampuni sesama kita.

Berkat Tuhan selalu beserta kita. Amin.

(big thanks to romo paroki St. Yakobus Citraland Surabaya atas homili dan penjelasan mengenai perumpamaan anak yang hilang ini, Minggu 6 Maret 2016. Tuhan memberkati)

Kamis, 03 Maret 2016

Berimanlah! Have Faith!

"Tetapi terhadap janji Allah ia tidak bimbang karena ketidakpercayaan, malah ia diperkuat dalam imannya dan ia memuliakan Allah, dengan penuh keyakinan, bahwa Allah berkuasa untuk melaksanakan apa yang telah Ia janjikan." (Roma 4:20-21)


Shalom saudara-saudari terkasih dalam Kristus.
Dalam kehidupan ini kita selalu dituntut untuk selalu menggunakan logika, ilmu, dan teori-teori dalam memahami dan membenarkan suatu kejadian atau perbuatan.

Namun dalam kehidupan beragama, kita dituntut untuk menggunakan iman, atau beriman, dalam suatu pembenaran, seperti halnya Abraham dibenarkan karena iman. Sebab jikalau Abraham dibenarkan karena perbuatannya, maka ia beroleh dasar untuk bermegah (Rom 4:2).
Mengapa Bapa Abraham disebut bapa orang beriman? Karena tanpa memiliki dasar yang pasti, bapa Abraham tetap percaya kepada janji Allah (Rom 4:18-19).

Sama halnya dengan hidup beragama kita. Tuhan Yesus mengajarkan sesuatu ajaran yang terdengar simple namun sangat susah untuk dilakukan. Mencintai orang lain seperti layaknya mencintai diri kita sendiri, sepintas terdengar simple namun dapatkah kita melakukannya selalu?
Orang lain berarti semua orang tanpa terkecuali. Akan sangat tidak masuk akal, atau bahkan akan terdengar sangat bodoh jika kita melakukannya, terutama jika orang lain tersebut malah justru memanfaatkan kita (sifat dasar manusia). Namun sekali lagi, kita harus beriman! Kita harus beriman bahwa tidak ada ajaran Tuhan Yesus yang salah.

Kita juga harus mampu mengimani seluruh janji Tuhan kepada kita, yaitu bahwa Ia akan menyertai kita hingga akhir zaman. Bagaimana dengan orang yang menderita? Apakah berarti Tuhan tidak besertanya? Sekali-kali tidak! Tuhan tidak pernah meninggalkan kita!
Kita hanya kurang peka terhadap kehadiran kita. Dan lagi-lagi iman! Kita harus beriman bahwa dalam segala suasana dan kondisi, Tuhan selalu menyertai kita hingga akhir zaman. Memang tidak ada dasar yang dapat membuktikan bahwa Tuhan Yesus ada di samping kita (karena kita tidak memiliki kuasa untuk melihat-Nya), namun percayalah dengan iman bahwa Tuhan Yesus selalu beserta kita dan menjaga kita.

Ketika menghadapi masalah, kita perlu menyerahkan segala beban kepada Tuhan dan percaya!
Terus lakukan persekutuan dengan Tuhan Yesus agar kita lebih peka terhadap segala ajaran, petunjuk, dan bimbingan Tuhan. Have Faith!
Berkat Tuhan selalu beserta kita semua. Amin.

Setiap Orang diberi Kesempatan ke-2

"Jawab orang itu: Tuan, biarkanlah dia tumbuh tahun ini lagi, aku akan mencangkul tanah sekelilingnya dan memberi pupuk kepadanya, mungkin tahun depan ia berbuah; jika tidak, tebanglah dia" (Luk 13:8-9)

Shalom saudara-saudari terkasih dalam Kristus,

Pada kesempatan kali ini, kita diajak untuk merenungkan suatu perumpamaan tentang pohon ara yang tidak berbuah. Perumpamaan yang dikatakan oleh Yesus ini terkesan simple dan tidak terlalu mengena pada saat kita membacanya pertama kali, namun jika kita dalami maka kita akan menemukan bahwa perumpamaan ini merupakan cerminan dari diri kita manusia.

Seperti yang kita ketahui, dalam perumpamaan ini mengisahkan tentang seorang yang mempunyai pohon ara yang tumbuh di kebun anggur. Sang empunya kebun ini selalu rutin mencari buah pada pohon itu namun selalu tidak ia temukan. Hingga akhirnya sang tuan ini memutuskan untuk memerintahkan pekerjanya untuk menebang pohon ara yang dianggap tidak berguna tersebut. Akan tetapi si pekerja memohonkan kepada tuannya untuk memberi pohon ara kesempatan lagi, maka pekerja ini dengan rajin memupuki pohon ara itu agar dapat berbuah dan menyenangkan hati tuannya.

Pohon ara pada perumpamaan ini adalah manusia berdosa. Kita diberi tempat yang indah untuk hidup dan sudah sepantasnya kita dapat berbuah, namun seringkali kita malah jatuh ke dalam dosa dan tidak mengetahui keinginan Tuhan kita. Kita hidup dengan tidak berbuah. Akan tetapi perlu kita ingat bahwa akan tiba saatnya kita diminta pertanggung-jawaban atas apa yang kita lakukan dan hasilkan, itulah saat dimana tuan tersebut datang terakhir kali untuk mencari buah dari pohon ara.
Jika ditemuinya bahwa kita tetap berbuat dosa dan tidak berbuah, maka kita akan dicabut dan dicampakkan (dibuang). Untunglah Allah Bapa memberikan kita kesempatan ke-2 melalui putra-Nya yang tunggal, yaitu Tuhan Yesus, untuk berbuah. Tuhan Yesus akan dengan sabar selalu memupuk hidup kita dan selalu mengusahakan agar kita hidup berbuah. Tuhan hanya berharap kita manusia mau mengikuti teladan-Nya agar dapat berbuah.

Setelah mendapatkan kesempatan ke-2, maka baiklah kita memupuk diri kita agar berbuah. Jadilah pohon ara yang berbuah di kebun anggur Tuhan. 
Berkat Tuhan selalu beserta kita semua. Amin.

(big thanks to David yang telah melakukan sharing mengenai perumpamaan ini. God Bless)

Rabu, 24 Februari 2016

Great Blessing 2: Roh Kudus akan selalu tinggal di dalam kita untuk membimbing kita

"tetapi Penghibur, yaitu Roh Kudus, yang akan diutus oleh Bapa dalam nama-Ku, Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu." (Yoh 14:26)

Shalom saudara terkasih dalam Kristus.
Kali ini akan membahas berkat istimewa / karunia besar (Great Blessing) ke-2 yang kita terima ketika kita menerima Tuhan Yesus sebagai juru selamat, Imam Agung, dan raja mulia.

Ketika kita menerima Tuhan Yesus dan selalu membina relasi dengan Tuhan, maka berkat istimewa yang akan kita terima selanjutnya adalah perutusan Roh Kudus ke dalam diri kita guna membimbing dan mengingatkan kita akan pengajaran Tuhan kepada kita.

Seringkali kita dalam menghadapi masalah selalu mengutamakan kedagingan kita. Kita lebih cepat emosi dan marah jika ada yang bersalah kepada kita. Kita lebih cepat menghakimi orang tanpa melihat dari sisi lain, dan sebagainya. Hal tersebut adalah tanda-tanda (symtomps) dari diri kita bahwa kita kurang bersekutu dengan Tuhan.

Mengapa? Karena jika kita selalu membina relasi dengan Tuhan secara sungguh-sungguh, maka kita akan menanggapi setiap masalah yang kita hadapi seturut kehendak Tuhan sebab Tuhan telah mengutus Roh Kudus ke dalam diri kita guna mengajarkan dan mengingatkan akan segala pengajaran Tuhan Allah semenjak kita menerima dan mau hidup dalam pengajaran Tuhan.

Tuhan tidak menjanjikan bahwa hidup kita akan tenang tanpa masalah jika menjadi pengikut-Nya, namun Tuhan menjanjikan berkat istimewa berupa tuntunan Roh Kudus. Hal tersebut merupakan karunia luar biasa yang boleh kita terima mengingat kita manusia di dunia masih terikat dengan hal dan keinginan daging.

Jadi, ingatlah untuk selalu bersekutu dengan Tuhan agar kita peka dan mampu menerima pengajaran, bimbingan dari Roh Kudus yang diutus oleh Tuhan ke dalam diri kita agar kelak kita memperoleh kedamaian kekal.

Berkat Tuhan selalu beserta kita semua. Amin.

(Big Thanks to Irene who guide me and help me to understand this matter, love you)

Great Blessing 1: Kehormatan untuk dapat menyebut diri kita anak-anak Allah

"Semua orang, yang dipimpin Roh Allah, adalah anak Allah" (Roma 8:14)

Shalom sahabat terkasih dalam Kristus.
Kali ini topik yang akan kita bahas adalah mengenai berkat-berkat istimewa (Great Blessings) yang boleh kita terima ketika kita mengikut Tuhan Yesus dan menerima-Nya sebagai juru selamat (True Prophet) dan Imam Agung (True Priest) serta raja mulia (True King). 

Berkat istimewa pertama yang boleh kita terima (selain keselamatan tentunya) adalah kehormatan untuk dapat menyebut diri kita sebagai anak Allah.
Dalam pemikiran kita sehari-hari tentu tersirat bahwa yang disebut anak Allah adalah orang-orang yang alim, baik hati, tidak suka melakukan hal dosa, dan sebagainya, sehingga seringkali kita menilai orang dari tingkah lakunya untuk dapat menghakimi apakah orang tersebut adalah anak Allah.

Sering muncul singgungan:"katanya anak Allah, kok sikapnya lebih buruk daripada orang yang tidak mengenal Allah?"; "kok ngaku Anak Allah? Tuhan dong?" dan sejenisnya.
Memang benar bahwa orang yang mengikut Yesus dan menerima Yesus sebagai juru selamat akan selalu berusaha untuk berbuat seturut pengajaran dan teladan-Nya. Namun, apakah orang yang "kurang" alim lantas tidak mempunyai kehormatan untuk dapat menyebut diri sebagai anak-anak Allah?

Untuk memahami hal itu, mari kita rubah paradigma "anak Allah" dalam pikiran kita. Yang dimaksud berkat istimewa sebagai anak Allah di sini adalah bahwa kita memiliki kehormatan untuk selalu dijaga, diperhatikan, dilindungi, dan dididik oleh Allah layaknya bapak mendidik anaknya.

Dengan memiliki paradigma tersebut, maka kita akan dapat memahami bahwa anak Allah tidaklah 100% sempurna baik, alim, dan tak berdosa layaknya Tuhan; melainkan menjadi pribadi yang selalu memiliki relasi dengan Tuhan, mengenal Tuhan layaknya anak mengenal bapaknya.
Sebagai anak Allah, kita akan selalu diingatkan dan jika perlu akan ditegur oleh Tuhan Allah jika kita jatuh ke dalam dosa, layaknya orang tua mengajarkan hal baik kepada anaknya yang melakukan kesalahan.

Jadi, mulailah kita perlahan merubah paradigma "anak Allah" dan jangan takut untuk menyebut diri kita sebagai anak Allah sebab hal tersebut memang karunia besar yang diberikan secara cuma-cuma oleh Allah ketika kita menerima Tuhan sebagai juru selamat kita. Jangan takut dibilang tidak alim ataupun tidak pantas sebab sebagai anak Allah, kita pun diproses dan dididik oleh Tuhan.
Camkanlah pikiran bahwa kita telah diberi kehormatan untuk menyebut diri sebagai anak Allah sebagai cambuk dan pengingat bagi kita untuk selalu berbuat seturut pengajaran-Nya dan untuk selalu berrelasi dengan Tuhan agar jiwa kita selalu berada dalam naungan-Nya.

Berkat Tuhan beserta kita semua. Amin

(Big Thanks to Irene who guide me and help me to understand this matter, love you)