Kamis, 22 September 2016

Marah kepada Orang Bebal hanya Membawa Petaka pada Diri Sendiri

Ketika Musa dan Harun telah mengumpulkan jemaah itu di depan bukit batu itu, berkatalah ia kepada mereka: "Dengarlah kepadaku, hai orang-orang durhaka, apakah kami harus mengeluarkan air bagimu dari bukit batu ini?" Sesudah itu Musa mengangkat tangannya, lalu memukul bukit batu itu dengan tongkatnya dua kali, maka keluarlah banyak air, sehingga umat itu dan ternak mereka dapat minum. Tetapi TUHAN berfirman kepada Musa dan Harun: "Karena kamu tidak percaya kepada-Ku dan tidak menghormati kekudusan-Ku di depan mata orang Israel, itulah sebabnya kamu tidak akan membawa jemaah ini masuk ke negeri yang akan Kuberikan kepada mereka. - (Bil 20:10-12)

Shalom saudara-saudari terkasih dalam Kristus,

Dalam kehidupan bermasyarakat, tidak jarang kita merasakan marah atau sebal (mangkel dalam bahasa Jawa nya) terhadap orang lain. Tak jarang juga orang, yang kepada siapa kita menaruh rasa emosi marah, itu tidak menunjukkan adanya keinginan berubah atau yang biasa disebut dengan keras kepala dan bebal.
Bagaimana kita dalam menghadapinya? Apakah kita akan tetap memelihara rasa marah tersebut dan melampiaskan dalam tindakan?

Mari kita melihat apa yang terjadi pada Musa dan Harun.

Kita sudah tahu bahwa Musa dan Harun diutus Allah untuk membawa umat terpilih (bangsa Israel) keluar dari perbudakan Mesir menuju kepada tanah perjanjian, yaitu Kanaan. Dan kita tahu bahwa bangsa Israel adalah bangsa yang tegar tengkuk. Setiap kali mengalami suatu masalah, bangsa Israel selalu marah dan mengomel kepada Musa dan Harun, bahkan menyindir Musa dan Harun sehingga "memaksa" mereka berdua untuk berdoa memohonkan kepada Allah untuk memenuhi komplain bangsa tersebut.

Puncaknya dapat kita lihat pada kitab Bilangan (baca Bil 20:2-13), dimana bangsa Israel, yang masih saja tidak percaya kepada Allah bahwa Allah menyediakan tanah kaya dan subur yang mengandung banyak susu dan madu, mulai mengerumuni Musa dan Harun untuk melayangkan protes karena tidak tersedianya air. 
Mendengar protes tersebut, Musa dan Harun berdoa kepada Tuhan agar memberikan air bagi umat tersebut, dan Tuhan mengabulkannya dengan meminta Musa dan Harun untuk mengumpulkan umatnya dan berkata kepada bukit batu yang ditunjuk agar mengeluarkan mata air bagi umat Israel.
Singkat cerita, Musa dan Harun pun mengumpulkan umat Israel di bukit batu tersebut. Namun karena umat Israel membuat emosi (marah) hati Musa dengan segala protes, maka ia menjadi teledor dalam berkata-kata dan bertindak. Ia mengatakan "apakah kami harus mengeluarkan air bagimu dari bukit batu ini?". Kalimat emosi inilah yang membuat Musa jatuh ke dalam dosa karena melangkahi Allah (sebab yang memberikan mata air ini bukanlah Musa maupun Harun, melainkan Allah). Kalimat emosi ini sejatinya tidak akan keluar dari mulut Musa jikalau hati Musa tidak marah kepada bebalnya umat Israel.
Selain itu, kepahitan hati Musa juga terlihat dari tindakan memukul bukit batu itu dengan tongkatnya dua kali sehingga keluarlah air bagi umat Israel. Tindakan emosi itu membuat mereka (Musa dan Harun) jatuh ke dalam dosa karena mereka lebih mengikuti emosi daripada perintah Tuhan (sebab Tuhan memerintahkan mereka untuk berkata kepada bukit batu itu, bukan memukulkan tongkat, apalagi hingga dua kali).

Dua hal tersebut membuat Musa dan Harun jatuh ke dalam dosa sehingga Tuhan melarang mereka masuk ke dalam tanah perjanjian (Kanaan).

Jika kita telaah dengan pemikiran manusia, Musa dan Harun tidak salah jika marah melihat tingkah laku bebal umat Israel yang tidak percaya akan penyertaan Allah dan selalu protes dan "menyindir" mereka. Akan tetapi pemikiran Allah memang berbeda dengan manusia.

Itulah sebabnya, jika kita marah/emosi, alangkah baiknya jika kita tenang terlebih dahulu agar seluruh ucapan dan tindakan kita tidak terbawa emosi kita yang pada akhirnya menjatuhkan kita ke dalam dosa. Jika kita terbawa emosi dan berkata-kata serta bertindak dosa, maka diri kita sendirilah yang menanggung akibat dan petakanya, bukan lawan bicara kita.

Semoga dengan adanya kisah ini membuat kita belajar dan menjadi manusia yang lebih baik lagi.
Tuhan Yesus memberkati. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar