Selasa, 03 November 2015

Jangan pernah meragukan Tuhan Allahmu

"Dan berbahagialah orang yang tidak menjadi kecewa dan menolak Aku" - Matius 11:6

Shalom saudara-saudari terkasih dalam Kristus.

Dalam sekitar kita selalu disuguhkan bahwa kebenaran dan keadilan selalu menang melawan kejahatan. Lihat saja film superhero dan pembela keadilan, mereka akan selalu mampu menumpas kejahatan.
Memang pada akhirnya kebenaran akan selalu menang melawan kejahatan, celakanya adalah dalam film itu terkesan keadilan dan kebenaran selalu menang dengan cepat sehingga di pikiran kita terpatri mindset bahwa tiap kebenaran dan keadilan pasti langsung menang.

Kenyataannya, semua butuh proses. Tuhan tidak menjanjikan bahwa mengikuti-Nya akan terbebas dari masalah. Tuhan hanya menjanjikan kelegaan dan penghiburan.
Manusia selalu mengharapkan segala sesuatu dengan instant, kita jarang mau diproses. Ketika dalam proses menjadi yang lebih sempurna, kita lebih dahulu putus asa dan kecewa, bahkan mempertanyakan kedaulatan Tuhan.

Ketika kita melalukan segala sesuatu itu dengan jujur dan adil namun mendapatkan masalah lebih dan hidup tidak lebih sukses daripada yang hidup secara tidaj jujur, kita selalu kecewa. Bahkan ada jargon berbunyi jujur ajur (jujur akan membawa pada kehancuran). Kekecewaan merupakan awal dari penolakan (denial).

Kekecewaan yang berlarut akibat ketidak-mampuan kita dalam melihat rancangan dan rencana Tuhan mengarahkan kita pada penolakan. Manusia sering menolak pergi ke gereja lagi, atau menolak berdoa, dan sejenisnya akibat merasa kecewa, merasa permohonannya tidak dikabulkan, merasa tidak adanya keadilan di dunia.

Namun ingatlah bahwa Tuhan Yesus mengatakan berbahagialah orang yang tidak menjadi kecewa dan menolak Aku (Yesus).
Pada akhirnya, orang yang tidak menolak Yesus pasti akan bahagia, itulah ucapan Yesus sendiri. Yesus tidak pernah ingkar janji, peganglah segala perkataan Yesus dalam benak kita.

Penulis pun sering kecewa melihat ketidak-adilan sekitar, terutama di dunia pekerjaan.
Orang yang main suap, malas, cari muka, curang, dan main kotor selalu lebih sukses dan bahagia. Namun apakah kebahagiaan itu sejati? Belum tentu.
Penulis pun pernah, karena terlalu kecewa, hingga menolak pergi ke gereja, menolak berdoa, menolak baca Alkitab, tidak sudi mendengar kata-kata rohani. Namun apa yang penulis dapatkan? Kehampaan dan kehilangan arah serta pandangan hidup.

Janganlah kalian mengalami hal serupa, jangan pernah kecewa bahkan hingga menolak Tuhan Yesus yang telah mengorbankan nyawa demi menebus kita.
Yakinlah bahwa Allah Bapa kita di surga itu tidak pernah tidur.

Berkat Tuhan selalu beserta kita. Amin.

Sabtu, 05 September 2015

Jangan lelah memberitakan Kabar Gembira

"Pergilah dan beritakanlah: Kerajaan Sorga sudah dekat" (Mat 10:7)

Shalom saudara-saudari terkasih dalam Kristus.

Kita tentu sering mendengar bahwa tugas kita yang pertama setelah kita percaya dan menerima Yesus sebagai juruselamat kita adalah dengan membagikan kabar gembira itu kepada semua orang agar semua orang boleh mendapat kesempatan dalam mengenal juruselamat mereka.

Tuhan Yesus sendiri telah memberikan teladan tersebut dengan mengajarkan Kerajaan Sorga kepada orang-orang sekitar-Nya semasa hidup tanpa lelah dan mengeluh.
Akankah kita mengeluh dan terbebani jika kita menyebarkan kabar gembira?
Ketika kita sedang bergembira atau mendapatkan kabar gembira, tentu kita akan dengan suka cita menyampaikan dan menyebarkan kabar gembira tersebut kepada orang sekitar kita. Orang sekitar kita pun akan turut bergembira mendengarkan kabar gembira tersebut dari mulut kita. Bahkan ada yang sambil berpelukan dan mengucapkan ucapan selamat karena turut berbahagia.

Apalagi menyebarkan kabar keselamatan kepada orang lain? Saat ini siapa sih yang tidak ingin selamat? Dan siapa sih yang tidak ingin jika orang sekitarnya ikut selamat? ".... Kamu telah memperolehnya dengan cuma-cuma, karena itu berikanlah pula dengan cuma-cuma" (Mat 10:8b). Itulah pesan tambahan Yesus ketika Ia mengutus kedua belas rasul untuk menyebarkan Kerajaan Sorga.

Mengapa Yesus berpesan demikian?
Karena manusia itu sifat dasarnya adalah mudah menyerah dan cuek terhadap orang sekitarnya. Lihat saja tetangga kita, apakah kita saling mengenal dekat? Seringkah kita bertegur sapa?
Manusia cenderung menyapa jika ia disapa terlebih dahulu. Peduli jika dipedulikan terlebih dahulu. Untuk itulah Yesus berpesan agar kita membagikan kabar gembira tersebut dengan cuma-cuma karena kita menerimanya dari Yesus juga dengan cuma-cuma. Tuhan telah menyingkap kabar keselamatan tersebut kepada kita dengan cuma-cuma, sehingga menjadi tugas kita untuk membagikannya dengan cuma-cuma juga.

Pada kisah pengutusan kedua belas rasul pun Yesus berpesan agar kita selalu menyapa terlebih dahulu. Manusia jarang menyapa terlebih dahulu. Mungkin kita merasa gengsi, atau takut jika ternyata sapaan kita tidak dibalas (takut dikira Ge-eR) atau tidak dihiraukan. Manusia cenderung menghindar tatap muka dengan orang lain sekitar kita, terutama kepada orang lain yang kita kenal dengan harapan agar tidak perlu menyapa duluan.
Namun hal itu ternyata salah!

Tuhan Yesus meminta kita untuk selalu menyapa terlebih dahulu.
"Apabila kami masuk rumah orang, berilah salam kepada mereka. Jika mereka layak menerimanya, salammu itu turun ke atasnya, jika tidak, salammu itu kembali kepadamu." (Mat 10:12-13). Jangan takut dianggap ge-er, sok kenal, gengsi, ataupun malu jika salam kita tidak dibalas karena Yesus sudah memberi kepastian bahwa jika salam kita itu tidak diterima oleh orang yang layak menerimanya (arti: tidak dihiraukan), maka salam kita itu tidak hilang, melainkan kembali kepada kita.

Bagaimana jika kabar gembira yang kita sampaikan tidak disambut dengan baik oleh orang lain?
Kita harus berusaha dan berusaha. Jangan mudah putus asa. Lakukan pendekatan yang enak untuk saling memberitakan dan bertukar pikiran.
Memang di Alkitab ada tertulis untuk meninggalkan tempat itu dan mengebaskan debunya daripada kita (Mat 10: 14), namun hal yang sering tidak kita tangkap adalah timeline atau rentang waktu.
Di Alkitab tidak menyatakan rentang waktu dari mulai mengabarkan hingga meninggalkan dan mengebaskan debu dari tempat dimana kita ditolak. Namun satu yang pasti, rentang waktu yang dimaksud sangatlah panjang. Itu berarti kita diharapkan tidak mudah lelah dalam memberitahukan kabar gembira. Lakukanlah dengan kasih. Jika sampai titik puncak kemampuan dan kasih kita tidak juga sanggup meyakinkan orang / tempat tersebut untuk menerima kabar gembira, barulah kita boleh meninggalkan orang / tempat itu. 
Tapi perlu diingat, meninggalkan bukan berarti tidak peduli. Meninggalkan dengan mengebaskan debu itu berarti kita menarik diri sementara dari orang / tempat itu dan melepaskan diri kita dari segala emosi negatif (mungkin marah, kecewa, sedih) yang pernah terbina selama kita menyebarkan kabar gembira tersebut sehingga kelak kita dapat dengan senang hati mewartakan kabar gembira tersebut kepadanya lagi.

Mengapa menggunakan analogi "debu"?
Karena debu adalah butiran kecil namun kotor dan mudah menempeli kita tanpa kita sadari akan kita bawa kemana pun kita pergi. Kita diharapkan "kotoran" yang kita terima selama pewartaan tersebut tidak melekat pada diri kita sehingga kita tidak terseret menjadi "kotor" ataupun kita tidak membawa "kotoran" tersebut kepada orang lain yang selanjutnya akan kita wartakan kabar gembira.

Mari kita saling mendoakan agar kita dapat dengan gembira dan tanpa beban dan tiada lelah mewartakan Kerajaan Sorga seperti yang Yesus sendiri lakukan.
Berkat Tuhan beserta kita. Amin.

Minggu, 30 Agustus 2015

Iman sebagai langkah awal dan gerbang awal menuju keselamatan

Matius 9:22 (TB)  Tetapi Yesus berpaling dan memandang dia serta berkata: "Teguhkanlah hatimu, hai anak-Ku, imanmu telah menyelamatkan engkau." Maka sejak saat itu sembuhlah perempuan itu.

Shalom saudara-saudari terkasih dalam Kristus.
Kali ini topik yang akan coba dikupas adalah iman. Kita tentu sudah tidak asing lagi dengan kata iman. Dalam pelajaran pendidikan moral (atau PPKn, sebutan pada tahun 90'an), selalu ada bab yang mempelajari secara khusus mengenai keimanan dan ketakwaan.
Iman artinya percaya. Percaya yang dimaksud di sini adalah percaya kepada Tuhan YME, percaya akan segala ajaran, percaya akan segala janji-Nya, dan percaya akan segala perkataan-Nya adalah iya dan benar.
Percaya di sini bukanlah percaya akan adanya Tuhan sebab iblis pun percaya akan adanya Tuhan (Yakobus 2:19).

Mengapa iman merupakan respon awal menuju kepada keselamatan?
Karena dengan iman kita menjadi percaya, dan ketika kita beriman maka kita akan dengan sabar dan tekun menantikan janji keselamatan Tuhan untuk diri kita meskipun hal itu tidak masuk akal jika dinalar menggunakan akal budi manusia.

Kok bisa tidak masuk akal dari mana?
Coba kita perhatikan kejadian penyembuhan yang dilakukan Tuhan Yesus kepada seluruh penderita pada zaman Yesus, mulai dari buta, bisu, pendarahan, hingga kusta. Apa yang selalu diucapkan Yesus? "Imanmu telah menyelamatkanmu", " Percayakah kamu bahwa Aku dapat menyembuhkanmu?", "Jadilah kepadamu menurut imanmu", dan lainnya.
Tuhan Yesus selalu mengajarkan untuk memulai keselamatan dari iman, iman kepada Allah Bapa. Menyembuhkan wanita yang pendarahan belasan tahun lamanya hanya dengan menjamah jubah Yesus memang sangat tidak masuk di akal, namun dengan iman wanita itu sembuh seketika.

Berarti dengan beriman saja kita sudah pasti selamat?
Jawabannya TIDAK.
Beriman saja tidak cukup untuk membawa kita kepada keselamatan sejati. Ingat, iman hanyalah pintu gerbang awal keselamatan. Sejak awal kita selalu belajar keimanan dan ketakwaan. Iman (percaya kepada Tuhan) dan takwa (menjalankan perintah Tuhan dan menjauhi larangan-Nya) merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Yakobus 2:22 berbunyi: Kamu lihat, bahwa iman bekerjasama dengan perbuatan-perbuatan dan oleh perbuatan-perbuatan itu iman menjadi sempurna.
Kita harus menyempurnakan iman kita melalui perbuatan, dan perbuatan tersebut tentu saja perbuatan baik di mata Tuhan.
Yakobus 2:26 Sebab seperti tubuh tanpa roh adalah mati, demikian jugalah iman tanpa perbuatan-perbuatan adalah mati.

Jadi, yang perlu kita pelajari adalah kita harus beriman, beriman merupakan hubungan pribadi dari hati ke hati antara kita dengan Tuhan. Janganlah iman kita goyah karena pengaruh orang lain. Dan kita wajib menyebarkan ajaran dan perintah Allah kepada orang lain sekitar kita agar nama Tuhanlah yang selalu dipermuliakan.

Berkat Tuhan selalu beserta kita. Amin.

Senin, 17 Agustus 2015

Perlukah berdoa setiap hari?

Matius 6:11-12 (TB)  Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya
dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami;

Shalom saudara-saudari terkasih dalam Kristus.
Pernahkah dalam benak dan pikiran kalian timbul pertanyaan mengenai penting dan perlukah berdoa setiap hari?
Jika tidak pernah, Puji Tuhan.
Jika pernah, marilah kita bersama berpikir dan berdiskusi mengenai perlukah berdoa setiap hari.

Tuhan Yesus mengatakan kepada para murid-Nya untuk berdoa setiap saat, bukan setiap hari. Itu berarti Tuhan justru menginginkan kita untuk selalu bersekutu dengan-Nya setiap saat, bukan dalam hitungan hari, jam, minggu, ataupun bulan.
Mengapa?

Dalam hidup kita ini, cobaan sangat banyak dan ada di mana-mana. Bersekutu dengan Tuhan adalah satu-satunya cara kita melindungi diri kita dari segala cobaan dan godaan duniawi yang dapat menjerumuskan kita ke dalam dosa.
Contoh saja ketika berinteraksi dengan orang sekitar kita, berapa kali kita lakukan dalam sehari? Adakah kita tidak pernah marah, emosi, tersinggung, ataupun tersakiti?

Untuk itulah berdoa setiap saat diperlukan. Berdoa tidak perlu panjang, muluk, dan bertele-tele karena Tuhan Yesus sendiri mengatakan agar kita tidak berdoa demikian, seperti orang yang tidak mengenal Allah.
Ketika sedang bersinggungan dengan orang lain, saat itulah dosa sudah mulai berusaha mencengkeram kita. Saat itulah kuasa doa dibutuhkan. Dengan memohon kekuatan untuk mengampuni, itu sudah merupakan doa dan keinginan kita untuk bersekutu dengan Allah. Mengampuni kesalahan merupakan hal yang paling susah dilakukan, namun jika kita ingin dosa kita diampuni, maka kita harus dapat mengampuni orang lain, seperti dalam doa yang diajarkan Tuhan Yesus sendiri.

Hanya karena itukah kita harus berdoa tiap hari?
Tentu saja tidak.
Hal lain yang membuat berdoa itu perlu dilakukan setiap saat adalah makanan.
Kita perlu makan setiap hari, itu sudah pasti. Namun makanan di sini bukan hanya makanan fisik yang mengenyangkan perut kita, melainkan makanan rohani agar rohani kita kuat dalam menghadapi cobaan.
Hidup kita terdiri dari jasmani dan rohani, dan keduanya harus bertumbuh beriringan.
Bersekutu dengan Tuhan merupakan makanan rohani yang paling utama.
Berdoa memohon agar Tuhan Yesus memberikan kita makanan secukupnya untuk hari ini ada di dalam doa Bapa Kami.
Memohon makanan untuk hari ini, bukan untuk besok, bukan untuk dua hari ke depan ataupun seterusnya agar kita selalu bergantung pada Tuhan karena tiap hari kesulitan yang kita hadapi tidaklah sama dan kita membutuhkan makanan yang lebih dari sebelumnya.

Jadi, perlukah kita berdoa setiap hari?
Bukan setiap hari, melainkan setiap saat!
Jangan membatasi doa mu dengan ikatan waktu dan janganlah berdoa menjadi beban ataupun rutinitas belaka.
Jadikan berdoa dan bersekutu dengan Tuhan sebagai suatu kebutuhan, makanan rohani.

Berkat Tuhan selalu beserta kita semua.
Amin.

Minggu, 02 Agustus 2015

Mengapa pendalaman Alkitab dibutuhkan? -part 1-

Matius 21:12 (TB)  Lalu Yesus masuk ke Bait Allah dan mengusir semua orang yang berjual beli di halaman Bait Allah. Ia membalikkan meja-meja penukar uang dan bangku-bangku pedagang merpati

Shalom saudara-saudari terkasih.
Salam damai selalu.

Sebagai umat kristiani, sudah menjadi kewajiban kita untuk mengerti dan memahami isi Alkitab kita karena Alkitab merupakan buku petunjuk kehidupan kita dan ajaran dari Tuhan Yesus.
Namun, apakah kita telah memahami ajaran Tuhan dalam Alkitab?
Apakah kita benar-benar mengerti makna di balik seluruh tindakan Yesus?

Sebut saja contoh tindakan Yesus yang marah karena Bait Allah dipergunakan untuk tempat berjual-beli.
Berdasarkan pengalaman saya, ketika saya masih kecil dan belum mendapatkan pendalaman Alkitab yang matang, saya selalu beranggapan bahwa pada saat itu Yesus marah karena para pedagang melakukan kegiatan jual beli di dalam Bait Allah. Anggapan itu tentu saja membuat saya berpikir bahwa berjual beli dalam gereja adalah dosa. Parahnya lagi, ketika saya ke gereja ternyata banyak orang yang berjualan di dalam area gereja dan hal itu membuat saya sedih sekaligus marah karena tidak ada yang menegur. Saya pun sempat kecewa dengan tindakan semua orang yang berkesan cuek dan tidak mempermasalahkan hal itu.
Akan tetapi, ketika saya beranjak dewasa dan memperoleh pendalaman Alkitab, ternyata pada saat itu Yesus marah karena di dalam Bait Allah banyak orang melakukan korupsi dan penipuan. Berjual beli di sana adalah jual beli burung merpati dan uang. Pada saat itu sudah menjadi tradisi bahwa untuk penebusan dosa dibutuhkan persembahan berupa merpati dan sejumlah uang khusus yang hanya dapat ditukarkan dalam Bait Allah dengan kurs tukar yanh sangat tinggi sesuai dengan keinginan petugas bait Allah. Hal itulah yang dimaksud Yesus dengan berjual beli dalam Bait Allah dan yang membuat Yesus marah dan membalikkan semua meja-meja pedagang.

Contoh di atas adalah salah satu dari sekian banyak peristiwa dalam Alkitab yang tidak dapat ditafsirkan begitu saja sesuai dengan konteks kata-kata. Perlu dilakukan pelajaran pendalaman Alkitab guna mengerti maksud dan tujuan dari setiap tindakan dan perkataan Tuhan kita. Akan menjadi sangat berbahaya jika Alkitab disalah tafsirkan.

Mari kita sama-sama mengerti dan menyadari betapa pentingnya pelajaran pendalaman Alkitab.
Lakukanlah mulai dari komunitas kecil persekutuan doa dalam mendalami Alkitab agar kita tidak salah tafsir.

Berkat Tuhan selalu beserta kita. Amin.

Rabu, 03 Juni 2015

Jahat dan baik hadir untuk saling diuji

Yunus 4:10-11  Lalu Allah berfirman: "Engkau sayang kepada pohon jarak itu, yang untuknya sedikit pun engkau tidak berjerih payah dan yang tidak engkau tumbuhkan, yang tumbuh dalam satu malam dan binasa dalam satu malam pula.
Bagaimana tidak Aku akan sayang kepada Niniwe, kota yang besar itu, yang berpenduduk lebih dari seratus dua puluh ribu orang, yang semuanya tak tahu membedakan tangan kanan dari tangan kiri, dengan ternaknya yang banyak?"

Shalom teman-teman terkasih dalam Kristus.
Kali ini topik yang akan dibahas adalah Yunus. Mengapa memilih Yunus?
Sesuai dengan judul kali ini, yaitu jahat dan baik ada untuk saling diuji. Penasaran kan?

Kita sering mendengar bahwa orang yang baik selalu diuji Allah sedangkan orang yang jahat akan dihukum Allah. Namun pada kitab Yunus hal itu dipatahkan.
Orang yang baik bukan diuji imannya melalui kehadiran yang jahat, sedangkan yang jahat bukan semata-mata mendapat hukuman dari Allah.

Terkadang kita sering tidak sadar bahwa kehadiran individu di sekitar kita yang berperilaku jahat adalah untuk mengajar kita. Kita seringnya komplain ke Tuhan mengapa menghadirkan orang yang menyebalkan maupun yang jahat di tengah kehidupan kita yang mulai menuju ke jalan yang baik. Tuhan bukan menguji iman dan niat baik kita. Dengan menghadirkan individu sekitar kita yang menyebalkan dan jahat, Tuhan ingin mengajarkan sesuatu kepada kita, bukan menguji iman kesungguhan kita.

Pada kisah Nabi Yunus kita dapat melihat bahwa dengan hadirnya bangsa Niniwe yang jahat dimana Yunus diminta untuk memperingatkan bangsa Niniwe tersebut akan mala petaka yang akan ditimpakan Allah, justru Allah ingin mengajarkan suatu kebaikan dan pemahaman baru kepada Yunus. Allah bukan semata-mata ingin menobatkan bangsa Niniwe, melainkan ingin mengajarkan kepada Yunus arti sebuah kasih.

Yunus sempat marah saat Allah tidak jadi memberika hukuman kepada bangsa Niniwe. Hati Yunus kesal dan marah kepada Allah karena Allah terkesan plin-plan dan tidak serius dalam memberikan mala petaka kepada Bangsa Niniwe untuk memberi penghajaran.
Yunus, yang saat itu belum memiliki kasih dalam ketaatan imannya, diajarkan Tuhan mengenai kasih yang luar biasa.
Mungkin jika kita menjadi Yunus, kita pun juga akan merasa marah dan kesal kepada Allah. Betapa tidak? Sudah jauh-jauh Yunus mengerti bahwa Allah pasti akan berubah pikiran, namun masih memaksa Yunus untuk memberitakan perkara hukuman mala petaka. Setelah itu, dibatalkan. Sudah terlanjur bernubuat kepada bangsa Niniwe, eh batal. Pasti malu besar tuh Yunus kan?

Eits, jangan salah... Itu pemikiran manusia tanpa kasih. Jika saat itu Yunus memiliki ketaatan iman dengan kasih, maka Yunus akan ikut bahagia ketika Allah tidak jadi menurunkan mala petaka tersebut.
Nah, Allah ingin mengajarkan poin penting tersebut kepada Yunus. Kasih!

Allah mengajari Yunus melalui suatu pengalaman iman. Setelah kecewa dan kesal, Allah menyukakan hati Yunus melalui sebuah pohon jarak yang keesokan harinya dimatikan oleh Allah.
Melalui pengalaman iman tersebut, Allah membuat Yunus menginsyafi bahwa Allah mengasihi bangsa lain. Dan kasih adalah segala yang dibutuhkan.

Kita pasti pernah atau bahkan sedang mengalami hal yang sama dengan Yunus. Kita merasa orang sekitar kita menyebalkan. Selalu jahat kepada kita. Selalu berusaha mengambil keuntungan dan mengganggu ketenangan kita. Namun sadarkah kita bahwa kehadiran mereka adalah untuk mengajarkan kasih kepada kita?
Bisakah kita mengasihi mereka dengan tulus tanpa terpaksa?
Pernahkah membalas kejahatan mereka dengan kasih?
Jika belum, mulailah dengan memberi mereka kasih yang tulus, maka pandangan kita kepada mereka akan berubah. Yang semula menyebalkan akan menjadi menyenangkan jika kita memandangnya dengan kacamata kasih.

Ujilah tingkat kasih tulus kita dengan sekitar kita yang tampak jahat dan menyebalkan.
Raihlah pintu kemenangan abadi.
Berkat Tuhan beserta kita selalu. Amin.

Kamis, 14 Mei 2015

Dengar, percaya, imani, dan taati

Kejadian 22:2  Firman-Nya: "Ambillah anakmu yang tunggal itu, yang engkau kasihi, yakni Ishak, pergilah ke tanah Moria dan persembahkanlah dia di sana sebagai korban bakaran pada salah satu gunung yang akan Kukatakan kepadamu."

Shalom saudara-saudari terkasih dalam Kristus.

Kali ini penulis akan mencoba mensharingkan kembali pembahasan fellowship Fireseed Matana mengenai ketaatan Abraham.

Jika kita baca kitab Kejadian mulai ayat 12 hingga 24, kita pasti mengerti perjalanan iman Abraham sebagai Bapa kaum beriman.
Abraham dipanggil keluar dari negeri ayahnya hanya dengan janji berupa negeri yang kaya susu dan madu. Istilahnya, Abraham dipanggil keluar dari zona nyamannya.

Ketika dipanggil oleh Allah, Abraham mau mendengarkan suara panggilan Allah. Ia peka terhadap panggilan Allah dan tanpa basa-basi, Abraham membawa segala miliknya dan pergi ke arah Allah menuntunnya.
Mendengar merupakan langkah awal dalam perjalanan iman kita. Dengan mampu mendengar panggilan Tuhan (tidak harus secara gamblang berupa suara Tuhan, melainkan bisa melalui nasihat sesama kita sebagai orang beriman) kita sudah memulai langkah pertama dalam perjalanan iman kita.
Namun, bukan berarti kita hanya mendengar saja. Kita harus menjawab panggilan tersebut dengan baik.

Setelah mendengar dan menjawab panggilan tersebut dengan respon positif, langkah berikutnya yang dilakukan oleh Abraham adalah percaya. Abraham percaya akan setiap rencana, arahan, dan janji Allah yang meskipun saat itu terdengar mustahil.
Setelah melewati tahap mendengar dan merespon positif, tahap berikutnya adalah percaya. Kita harus percaya akan apa yang diperintahkan dan dikisahkan dalam Alkitab. Hanya Alkitab lah buku yang memiliki kebenaran absolut. Kebenaran Absolut artinya sangat mutlak yang tidak dapat dipatahkan maupun ditolak kebenarannya.

Allah menjanjikan kepada Abraham berupa keturunan yang sebanyak bintang di langit, padahal saat itu Abraham dan Sara, istrinya, sudah berusia lanjut. Hal tersebut sangat tidak masuk akal dan bahkan Abraham sendiri berusaha menyangkal bahwa ia dapat memiliki keturunan. Namun, Allah mengulangi lagi perkataan janji-Nya tersebut sehingga Abraham pun menerima dan mengimaninya.
Imani apa yang sudah kita percayai merupakan tahap berikutnya dalam perjalanan iman kita. Memang sangat tidak mudah mengimani hal-hal dalam kitab suci. Sebagai contoh: dalam Alkitab, Tuhan Yesus mengajarkan agar kita tidak gelisah dan kuatir akan apa yang akan kita makan dan pakai sebab Allah Bapa akan menyediakan segalanya untuk kita. Kita percaya bahwa Tuhan Allah akan menjaga kita, namun kita sering susah mengimaninya. Kita sering bingung jika keuangan kita mulai menipis, kita mulai mengurangi memberi dengan alih-alih bertahan hidup.
Namun, jika mengimani hal tersebut, niscaya kita tidak akan berkekurangan. Lihatlah biarawan dan biarawati yang melepaskan harta duniawi, apakah mereka tampak kekurangan dan kelaparan? Apakah mereka tampak kedinginan dan tak berpakaian?

Puncak dari segalanya adalah ketaatan.
Iman kepercayaan Abraham diuji Allah ketika ia diminta mempersembahkan Ishak, anaknya yang tunggal, kepada Allah.
Jika Abraham tidak taat, maka ia akan melawan dan menyembunyikan Ishak. Namun hal itu tidak dilakukan Abraham. Iman kepercayaan Abraham kuat sehingga membawanya ke dalam tahap tertinggi, yaitu taat. Di situlah Allah menetapkan Abraham sebagai Bapa orang beriman sebab ia merupakan orang pertama yang membuktikan ketaatan yang luar biasa kepada Allah.

Bagaimana dengan kita?
Sampai tahap manakah kita?
Mendengar? Percaya? Mengimani? Atau sudah sampai mentaati?

Marilah kita saling menguatkan agar dapat mencapai puncak perjalanan iman kita kepada Allah, yaitu taat. Taat dengan kasih, bukan taat karena takut maupun taat karena kewajiban semata.

Berkat Tuhan beserta kita selalu. Amin.

(Special thanks to David Sugiharto atas sharingnya dalam fellowship FSM).

Minggu, 05 April 2015

Tinggikan diri untuk direndahakan atau rendahkan diri untuk ditinggikan

"Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus,
Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.
Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama." (Filipi 2:5, 8-9)

Shalom teman-teman terkasih dalam Kristus.
Selamat Paskah!
Hal yang selalu ditekankan saat Paskah adalah bagaimana Tuhan Yesus merendahkan diri-Nya dan rela mati di kayu salib demi menebus dosa kita. Tentu bukan hal yang sangat mudah untuk dilakukan, terutama jika sebenarnya diri kita memiliki posisi dan jabatan yang tinggi.
Sangat susah merendahkan diri kita di hadapan banyak orang ketika kita adalah orang yang memiliki pangkat dan kekuasaan.

Namun, Tuhan Yesus mengajarkan dengan memberi contoh yaitu dalam kehidupan-Nya sendiri. Tuhan Yesus adalah anak Allah yang Maha Kuasa, pencipta langit dan bumi, pemilik segala kuasa di Surga maupun di Bumi. Dan Yesus sebagai anak tunggal-Nya mampu memberi teladan kepada kita untuk tidak meninggikan diri dan menyamakan diri-Nya dengan manusia sehingga Allah meninggikan-Nya dan mengaruniakan-Nya nama di atas segala nama.

Dalam ajaran-Nya pun Tuhan secara implisit menggunakan perumpamaan mengajak kita untuk tidak meninggikan diri.
Hal tersebut dapat kita lihat dalam Lukas 14:8-11 yang berbunyi:  "Kalau seorang mengundang engkau ke pesta perkawinan, janganlah duduk di tempat kehormatan, sebab mungkin orang itu telah mengundang seorang yang lebih terhormat dari padamu,
supaya orang itu, yang mengundang engkau dan dia, jangan datang dan berkata kepadamu: Berilah tempat ini kepada orang itu. Lalu engkau dengan malu harus pergi duduk di tempat yang paling rendah.
Tetapi, apabila engkau diundang, pergilah duduk di tempat yang paling rendah. Mungkin tuan rumah akan datang dan berkata kepadamu: Sahabat, silakan duduk di depan. Dan dengan demikian engkau akan menerima hormat di depan mata semua tamu yang lain.
Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan."

Hal lain yang dapat kita lihat adalah yang terjadi pada raja Nebukadnezar dalam masa Daniel. Saat itu Allah melalui mimpi yang kemudian diartikan oleh Daniel, menyampaikan kepada raja Nebukadnezar bahwa ia akan direndahkan karena ia telah menganggap dirinya tinggi bahkan berani membuat allah lain yang harus disembah.
Hal tersebut sangat keji di mata Allah. Oleh karena itu, Nebukadnezar direndahkan hingga ia sendiri mampu merendahkan diri dan mengakui keagungan Tuhan. Dan ketika Nebukadnezar mengakui keagungan Allah, apa yang terjadi? Allah mengembalikan kejayaan Nebukadnezar, bahkan lebih besar dari yang pernah ia terima (Daniel 4:33-37).

Jadi, manakah kita? Meninggikan untuk direndahkan kemudian atau merendahkan diri untuk ditinggikan oleh Allah kelak?
Jangan salah mengambil keputusan.

Kiranya berkat Paskah selalu menguatkan kita. Amin.

Minggu, 29 Maret 2015

Tuhan Allah telah meninggalkanku... Yang bener?

"Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Mat 28:20b)

Shalom saudara-saudari dalam Kristus.
Terkadang di saat hidup kita mendapat ujian ataupun mengalami hal yang sangat tidak kita inginkan, kita dengan mudahnya menyatakan bahwa Tuhan Allah telah meninggalkan kita. Ataupun di saat kita melakukan suatu kesalahan di masa lalu yang mendatangkan kemalangan di saat sekarang, kita menyimpulkan bahwa Tuhan Allah sedang marah dan meninggalkan kita.

Namun, tahukah kita apa makna dari perkataan tersebut?
Tahukah kita rasanya seperti apa jika Tuhan Allah meninggalkan kita? Kita akan mati!
Pada kisah sengsara Tuhan Yesus, kita telah membaca dan melihat berkali-kali baik dari layar televisi, dari drama bahwa ketika Tuhan Yesus di kayu salib, saat itulah Allah benar-benar meninggalkan Yesus. Hal tersebut dapat kita ketahui melalui seruan Yesus yang mengatakan Allahku ya Allahku, mengapa Kau tinggalkan aku? (Eloi, Eloi, Lama Sabhaktani?).

Tuhan Yesus pada terakhir kali di dunia sebelum meninggalkan para murid-Nya telah berkata dan berjanji bahwa Ia akan senantiasa menyertai manusia hingga akhir zaman. Kita wajib meyakini bahwa setiap perkataan Tuhan Yesus adalah benar dan janji-Nya tidak akan pernah diingkari. Oleh karena itu, kita harus menyadari bahwa Tuhan Allah tidak akan pernah meninggalkan kita, umat yang dikasihi-Nya.

Bahkan Tuhan Allah akan dengan sabar senantiasa menanti kita untuk kembali ke jalan-Nya yang benar jika kita mulai berjalan menuju ke jalan yang salah asalkan kita mau berusaha peka dan meyakini terlebih dahulu bahwa Tuhan Allah tidak pernah meninggalkan kita karena jika Tuhan Allah meninggalkan kita, tentunya kita sudah mati.

Mengapa terlebih dahulu meyakini bahwa Tuhan Allah tidak pernah meninggalkan kita itu sangatlah penting? Agar kita tidak frustrasi dan bersedih hati. 
Bagi umat Kristiani, Tuhan Allah adalah sahabat sejati. Jadi, jika kita terlebih dahulu meyakini bahwa Tuhan Allah tidak akan meninggalkan kita, kita akan punya semangat untuk bangkit dari keterpurukan kita dan berusaha menjadi lebih baik lagi.

Jangan menunggu hingga terlambat! Yakinlah bahwa Tuhan Allah kita tidak akan pernah sedetikpun meninggalkan kita.

Berkat Tuhan menyertai kita semua. Amin


Jumat, 30 Januari 2015

Hukuman Tuhan tidak dapat dielakkan

"Kedahsyatan dan kengerian terjadi di negeri ini:
Para nabi bernubuat palsu dan para imam mengajar dengan sewenang-wenang, dan umat-Ku menyukai yang demikian! Tetapi apakah yang akan kamu perbuat, apabila datang kesudahannya?" (Yeremia 5:30-31).

Shalom teman-teman terkasih dalam Kristus.
Kita tentu pernah menerima hukuman, baik dari orang tua kita, maupun dan guru kita. Mengapa kita dihukum? Tentu karena kita bertindak tidak pantas dan tidak selayaknya.
Apakah fungsi hukuman? Untuk mengajarkan kita hal yang benar oleh karena ketidak-tahuan kita sehingga membentuk pribadi kita menjadi pribadi yang baik.

Begitu pula dengan hukuman Tuhan. Mengapa Tuhan menghukum umat pilihan-Nya?
"Sungguh, bodohlah umat-Ku itu, mereka tidak mengenal Aku! Mereka adalah anak-anak tolol, dan tidak mempunyai pengertian! Mereka pintar untuk berbuat jahat, tetapi untuk berbuat baik mereka tidak tahu" (Yeremia 4:22).
Karena umat pilihan-Nya tidak mau mengerjakan hal yang baik melainkan gemar melakukan hal yang jahat. Akankah orang tua membiarkan anak kandungnya berbuat jahat? Tidakkah orang tua akan menarik anaknya dan mendidiknya agar kelak tidak menjadi suatu kebiasaan yang buruk?
Begitu pula dengan Tuhan.

Apa yang telah dilakukan manusia sehingga memantik dan mendatangkan hukuman dari Tuhan?
"..... Anak-anakmu telah meninggalkan Aku, dan bersumpah demi yang bukan allah. Setelah Aku mengenyangkan mereka, mereka berzinah dan bertemu ke rumah persundalan." (Yeremia 5:7).
Bagaimana perasaan kita jika orang yang selalu kita perhatikan justru berbalik terhadap kita dan melakukan dosa di depan kita? Tidakkah kita sedih dan ingin agar orang tersebut berbalik dari dosa mereka?
Berzinah dalam kutipan kitab Yeremia di atas jangan ditangkap artinya secara harafiah. kata berzinah di atas maksudnya adalah berbalik dari Allah dan melakukan hal yang berdosa dan keji di mata Tuhan.
Manusia melakukan hal yang jahat di mata Tuhan setelah Tuhan memenuhi dan melengkapi kebutuhan mereka. Itulah yang mendatangkan hukuman dari Tuhan yang tidak dapat dielakkan.

Kita mengenal bahwa Tuhan Allah kita adalah Bapa yang maha kasih dan maha murah, namun apakah yang membuat Tuhan tidak mengurungkan niat-Nya untuk mendatangkan penghajaran kepada manusia?
"Tetapi bangsa ini mempunyai hati yang selalu melawan dan memberontak; mereka telah menyimpang dan menghilang. Mereka tidak berkata dalam hatinya: Baiklah kita takut akan Tuhan, Allah kita....." (Yeremia 5:23-24).
Iya, kita sering melawan dan memberontak terhadap ajaran Tuhan. Di saat Tuhan mengajarkan kebaikan kepada kita, menunjukkan jalan yang benar menuju keselamatan kepada kita, kita selalu melawan dan memberontak. Kita mulai tidak takut kepada Tuhan kita karena kita menganggap remeh Tuhan kita dan selalu berpikir bahwa Tuhan itu baik dan pasti mengampuni kesalahan dan dosa kita.
Celakalah kita yang berpikir seperti hal di atas! Takut akan Tuhan adalah kebijaksanaan! Janganlah kita pernah berpikir untuk tidak takut terhadap Tuhan Allah kita! Janganlah dengan remeh kita menganggap bahwa dosa yang kita lakukan akan diampuni oleh Tuhan.
"Kesalahanmu menghalangi semuanya ini, dan dosamu menghambat yang baik dari padamu." (Yeremia 5:25).

Lalu bagaimana langkah selanjutnya?
"Terimalah penghajaran, hai Yerusalem, supaya Aku jangan menarik diri dari padamu, supaya Aku jangan membuat engkau sunyi sepi, menjadi negeri yang tidak berpenduduk!. Beginilah firman Tuhan: Ambillah tempatmu di jalan-jalan dan lihatlah, tanyakanlah jalan-jalan yang dahulu kala, di manakah jalan yang baik, tempuhlah itu, dengan demikian jiwamu mendapat ketenangan...." (Yeremia 6:8 dan 16).
Menerima penghajaran (didikan) dari Tuhan sudah pasti tidak dapat terelakkan. Terimalah karena didikan Tuhan adalah baik adanya. Tuhan tidaklah ingin memusnahkan kita, malahan Ia ingin agar kita sadar dan kembali kepada jalan yang benar. Hendaklah kita hening sejenak dan merenungkan serta mencari kembali jalan kepada keselamatan, yaitu Yesus Kristus. Dengan begitu, kita akan diselamatkan dan jauh dari kebinasaan.

Namun ada satu hal yang paling berbahaya dan wajib kita waspadai, yaitu AJARAN PALSU. Celakalah manusia yang mengajarkan ajaran yang palsu kepada sesamanya yang belum menemukan arah kebenaran karena ia sama dengan seseorang yang ingin mencelakakan saudaranya, yang mendorong saudaranya itu ke dalam jurang agar binasa.
Hati-hatilah terhadap setiap ajaran yang kita terima, jangan memakan mentah-mentah setiap ajaran yang keluar dari pemimpin agama. Ujilah ajaran tersebut dengan Alkitab yang telah disetujui oleh lembaga Alkitab Indonesia, sebab banyak nabi dan imam yang bernubuat palsu dan kita sangat menyukai nubuat palsu tersebut.
Alkitab adalah buku pedoman dan penunjuk jalan kita kepada keselamatan sejati, yaitu Yesus Kristus.

Mari kita saling menguatkan dan saling meneguhkan iman kita.
Mari saling menegur jika melihat sesama kita yang jatuh ke dalam dosa.
Mintalah kekuatan dan hikmah kepada Tuhan.
Berkat Tuhan selalu beserta kita sekarang dan selama-lamanya. Amin.

Kamis, 29 Januari 2015

Kembali dari kemurtadan

"....Kembalilah, hai Israel, perempuan murtad, demikianlah firman Tuhan. Muka-Ku tidak akan muram terhadap kami, sebab Aku ini murah hati, demikianlah firman Tuhan, tidak akan murka untuk selama-lamanya. Hanya akuilah kesalahanmu, bahwa engkau telah mendurhaka terhadap Tuhan, Allahmu,.... dan tidak mendengarkan suara-Ku, demikianlah firman Tuhan." (Yeremia 3:12-13)

Shalom saudara-saudari terkasih dalam Kristus.
Lama tidak berjumpa.
Kali ini penulis ingin mensharingkan mengenai berbalik dari kemurtadan dan kembali kepada Tuhan Allah kita (yang sebenarnya juga adalah alasan mengapa penulis tidak muncul dalam blog ini 2 bulan).

Murtad, siapa yang tidak tahu arti kata ini? Dan siapakah yang tidak pernah murtad? Di Alkitab dikisahkan bahwa bangsa Israel yang merupakan umat pilihan Allah sendiri sering murtad kepada Allah. Kita tahu bahwa Tuhan menuntun Israel keluar dari penjajahan bangsa Mesir oleh karena Ia mendengarkan jeritan kaum pilihan-Nya. Tuhan menuntun Israel keluar dari perbudakan kepada negri yang kaya. Namun apakah yang dilakukan bangsa Israel setelah Tuhan Allah membebaskan mereka dari segala perbudakan? ".....Tetapi umat-Ku menukarkan Kemuliaannya dengan apa yang tidak berguna..... mereka meninggalkan Aku, sumber air yang hidup, untuk menggali kolam bagi mereka sendiri, yakni kolam yang bocor, yang tidak dapat menahan air." (Yeremia 2: 11 dan 13).

Ya, bangsa Israel murtad kepada Allah. Bangsa Israel menukarkan Kemuliaannya (baca: Allah) dengan hal yang tidak berguna serta meninggalkan Allah yang telah membebaskan mereka dari kesesakan.
Lalu apakah Tuhan Allah diam saja melihat bangsanya berjalan menuju ke dalam kebinasaan?
TENTU TIDAK!
"Kejahatanmu akan menghajar engkau, dan kemurtadanmu akan menyiksa engkau! Ketahuilah dan lihatlah, betapa jahat dan pedihnya engkau meninggalkan Tuhan, Allahmu; dan tidak gemetar terhadap Aku" (Yeremia 2:19).
Tuhan Allah tidak membiarkan bangsa Israel berjalan menuju kebinasaan, melainkan memanggilnya kembali dengan cara mengingatkan melalui hukuman dengan harapan agar bangsa Israel mengetahui akan kesalahannya dan akibat dari perilaku mereka yang menyimpang.

Setelah bangsa Israel menerima akibat dari perbuatan dosa mereka, datanglah banyak masalah dan musibah menghantam mereka dan menyakitkan mereka. Sudah menjadi watak manusia bahwa jika mendapati masalah barulah mereka ingat kepada Allah mereka.
"....Sungguh, mereka membelakangi Aku dan tidak menghadapkan mukanya kepada-Ku, tetapi pada waktu mereka ditimpa malapetaka mereka berkata: Bangkitlah menyelamatkan kami! Di manakah para allahmu yang kaubuat untuk dirimu? Biarlah mereka bangkit, jika mereka dapat menyelamatkan engkau pada waktu malapetakamu!..." (Yeremia 2: 27-28).
Firman Tuhan ingin menyadarkan bangsa Israel betapa mereka tidak mengindahkan Tuhan Allah mereka dan betapa sia-sianya berhala dan allah lain selain Tuhan Allah.

Namun apakah pintu maaf tertutup?
"Kembalilah, hai anak-anak yang murtad! Aku akan menyembuhkan engkau dari murtadmu.... Sesungguhnya, hanya pada Tuhan, Allah kita, ada keselamatan Israel!" (Yeremia 3: 22-23).
Tuhan Allah selalu membuka pintu pengampunan. Justru Tuhanlah yang terlebih dahulu mengajak bangsa Israel untuk kembali kepada-Nya dan menyembuhkan seluruh dosa bangsa Israel. Hanya satu yang diminta-Nya, yaitu agar bangsa Israel mengakui kesalahannya sebab bagi manusia yang memiliki ego tinggi, mengakui kesalahan pribadi dan mohon ampun adalah hal yang paling susah dilakukan.

Beginilah kronologi kembali dari kemurtadan yang dipaparkan dalam kitab Yeremia.
Apakah kita semua sudah memahaminya?
Ketika membacanya, pasti kita mengatakan dalam hati kita bahwa bangsa Israel memang tidak tahu diri. Sudah dibebaskan dari kesesakan, malah berbuat dosa dan meninggalkan Tuhan Allah mereka untuk sesuatu berhala (kesenangan) yang sia-sia. Setelah mendapatkan hukuman atas kesalahan mereka sendiri, mereka dengan mudahnya berteriak kepada Tuhan Allah agar ditolong.
Pantaskah hal itu? Jika kita, dalam kapasitas kita sebagai manusia, memposisikan sebagai Tuhan Allah, bagaimanakah perasaan kita diperlakukan seperti itu?

Celakanya adalah..... bangsa Israel dalam cerita di atas adalah DIRI KITA SENDIRI dalam kehidupan kita sehari-hari. Kita sering melupakan Tuhan. Kita sering menukarkan saat teduh kita dengan hal lain yang tidak berguna, seperti nonton, main game, baca novel/komik, browsing internet, dan sebagainya. Dan ketika kesesakan datang kepada kita akibat dari kegiatan sia-sia di atas, kita teriak kepada Tuhan minta tolong agar dibebaskan dari kesesakan. Setelah dibebaskan dari kesesakan akibat kesalahan kita sendiri, apa yang kita lakukan? Kita mengulangi lagi putaran dosa tersebut.
Kita kembali melupakan Tuhan dan menukarkan Kemuliaan kita kepada hal yang sia-sia.
Maukah kita menjadi seperti itu sepanjang hidup kita?

Marilah kita mulai merubah sikap hidup kita.
Marilah kita saling menguatkan dan mengingatkan.
Ini merupakan pengalaman pribadi penulis, dan penulis tidak ingin agar saudara-saudara yang membaca ini mengalami hal yang serupa dengan penulis.
Cukup sekali saja putaran dosa terjadi dalam hidup kita sekalian.

Sekiranya berkat dan kasih karunia Tuhan selalu beserta kita. Amin.