Kamis, 14 Mei 2015

Dengar, percaya, imani, dan taati

Kejadian 22:2  Firman-Nya: "Ambillah anakmu yang tunggal itu, yang engkau kasihi, yakni Ishak, pergilah ke tanah Moria dan persembahkanlah dia di sana sebagai korban bakaran pada salah satu gunung yang akan Kukatakan kepadamu."

Shalom saudara-saudari terkasih dalam Kristus.

Kali ini penulis akan mencoba mensharingkan kembali pembahasan fellowship Fireseed Matana mengenai ketaatan Abraham.

Jika kita baca kitab Kejadian mulai ayat 12 hingga 24, kita pasti mengerti perjalanan iman Abraham sebagai Bapa kaum beriman.
Abraham dipanggil keluar dari negeri ayahnya hanya dengan janji berupa negeri yang kaya susu dan madu. Istilahnya, Abraham dipanggil keluar dari zona nyamannya.

Ketika dipanggil oleh Allah, Abraham mau mendengarkan suara panggilan Allah. Ia peka terhadap panggilan Allah dan tanpa basa-basi, Abraham membawa segala miliknya dan pergi ke arah Allah menuntunnya.
Mendengar merupakan langkah awal dalam perjalanan iman kita. Dengan mampu mendengar panggilan Tuhan (tidak harus secara gamblang berupa suara Tuhan, melainkan bisa melalui nasihat sesama kita sebagai orang beriman) kita sudah memulai langkah pertama dalam perjalanan iman kita.
Namun, bukan berarti kita hanya mendengar saja. Kita harus menjawab panggilan tersebut dengan baik.

Setelah mendengar dan menjawab panggilan tersebut dengan respon positif, langkah berikutnya yang dilakukan oleh Abraham adalah percaya. Abraham percaya akan setiap rencana, arahan, dan janji Allah yang meskipun saat itu terdengar mustahil.
Setelah melewati tahap mendengar dan merespon positif, tahap berikutnya adalah percaya. Kita harus percaya akan apa yang diperintahkan dan dikisahkan dalam Alkitab. Hanya Alkitab lah buku yang memiliki kebenaran absolut. Kebenaran Absolut artinya sangat mutlak yang tidak dapat dipatahkan maupun ditolak kebenarannya.

Allah menjanjikan kepada Abraham berupa keturunan yang sebanyak bintang di langit, padahal saat itu Abraham dan Sara, istrinya, sudah berusia lanjut. Hal tersebut sangat tidak masuk akal dan bahkan Abraham sendiri berusaha menyangkal bahwa ia dapat memiliki keturunan. Namun, Allah mengulangi lagi perkataan janji-Nya tersebut sehingga Abraham pun menerima dan mengimaninya.
Imani apa yang sudah kita percayai merupakan tahap berikutnya dalam perjalanan iman kita. Memang sangat tidak mudah mengimani hal-hal dalam kitab suci. Sebagai contoh: dalam Alkitab, Tuhan Yesus mengajarkan agar kita tidak gelisah dan kuatir akan apa yang akan kita makan dan pakai sebab Allah Bapa akan menyediakan segalanya untuk kita. Kita percaya bahwa Tuhan Allah akan menjaga kita, namun kita sering susah mengimaninya. Kita sering bingung jika keuangan kita mulai menipis, kita mulai mengurangi memberi dengan alih-alih bertahan hidup.
Namun, jika mengimani hal tersebut, niscaya kita tidak akan berkekurangan. Lihatlah biarawan dan biarawati yang melepaskan harta duniawi, apakah mereka tampak kekurangan dan kelaparan? Apakah mereka tampak kedinginan dan tak berpakaian?

Puncak dari segalanya adalah ketaatan.
Iman kepercayaan Abraham diuji Allah ketika ia diminta mempersembahkan Ishak, anaknya yang tunggal, kepada Allah.
Jika Abraham tidak taat, maka ia akan melawan dan menyembunyikan Ishak. Namun hal itu tidak dilakukan Abraham. Iman kepercayaan Abraham kuat sehingga membawanya ke dalam tahap tertinggi, yaitu taat. Di situlah Allah menetapkan Abraham sebagai Bapa orang beriman sebab ia merupakan orang pertama yang membuktikan ketaatan yang luar biasa kepada Allah.

Bagaimana dengan kita?
Sampai tahap manakah kita?
Mendengar? Percaya? Mengimani? Atau sudah sampai mentaati?

Marilah kita saling menguatkan agar dapat mencapai puncak perjalanan iman kita kepada Allah, yaitu taat. Taat dengan kasih, bukan taat karena takut maupun taat karena kewajiban semata.

Berkat Tuhan beserta kita selalu. Amin.

(Special thanks to David Sugiharto atas sharingnya dalam fellowship FSM).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar