Minggu, 20 Maret 2016

Hidup oleh Roh dan pengharapan anak-anak Allah

(Roma 8:15) Sebab kamu tidak menerima roh perbudakan yang membuat kamu menjadi takut lagi, tetapi kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah. Oleh Roh itu kita berseru: "ya Abba, ya Bapa!"

Shalom saudara terkasih dalam Kristus.
Kali ini kita diajak untuk mengenal pengharapan (hope) kita di masa yang akan datang.

Seperti yang kita ketahui, Tuhan Yesus disalibkan untuk menebus dosa kita semua agar kita layak untuk dapat menerima Roh Allah. Setiap dari kita yang menerima Tuhan Yesus sebagai juru selamat wajib hidup dalam keinginan Roh sebab keinginan daging adalah perseteruan terhadap Allah karena daging tidak takluk kepada hukum Allah (Roma 8:7). Mana mungkin kita yang menerima Allah malah menginginkan perseteruan dengan-Nya? Tetapi jika orang tidak memiliki Roh Kristus, ia bukan milik Kristus.

Jadi kita adalah orang yang berhutang, tetapi bukan kepada daging. Mengapa? Karena hutang dosa kita telah ditebus oleh Yesus Kristus. Dan tidak hanya ditebus hutangnya, malahan kita dibebaskan dari roh perbudakan, roh yang membuat kita terikat dalam ketakutan sebab akar dari perbuatan dosa adalah rasa takut, seperti takut akan masa depan, takut miskin, takut dihina dan diasingkan, takut Tuhan tidak menjawab doa kita sesuai dengan keinginan kita sendiri, dan takut lainnya.

Akan tetapi kita menerima Roh yang menjadikan kita anak Allah, dimana oleh Roh itu kita berseru: "Ya Abba, ya Bapa" kepada Allah Bapa kita di surga.

Lantas, apa yang menjadi pengharapan kita sebagai anak Allah? Keselamatan abadi!
Banyak orang yang tidak mengenal Bapa menertawakan mengenai pengharapan kita ini. Di saat kita menghadapi ujian di dunia, banyak yang mengolok: "mana Tuhanmu?"
Mereka cenderung meminta bukti yang tampak atas pengharapan kita akan keselamatan abadi tersebut. Namun satu hal yang dapat kita pegang teguh di saat mereka mencoba menggoncangkan iman kita, yaitu: pengharapan yang dapat dilihat bukanlah pengharapan (hope) lagi, melainkan keinginan (want), sebab bagaimana orang masih mengharapkan apa yang sudah dapat dilihatnya?
Tetapi jika kita mengharapkan apa yang tidak kita lihat, kita menantikannya dengan tekun (Roma 8:25).

Marilah kita dengan tetap teguh berbuat sesuai dengan teladan yang telah diajarkan oleh Tuhan Yesus sendiri semasa hidup-Nya di dunia ini melalui kitab suci, bukan sesuai dengan klaim mendengar suara Tuhan, sambil menunggu pemenuhan pengharapan akan keselamatan abadi dari Tuhan kita.

Sebab aku yakin, bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita (Roma 8:18).

Kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita jauh lebih berharga daripada penderitaan yang harus kita endure selama hidup di dunia ini.

Berkat Tuhan selalu beserta kita. Amin.

Selasa, 08 Maret 2016

Dosa, Hukum Taurat, dan Bangkit dengan Kristus

"Sebab sebelum hukum Taurat ada, telah ada dosa di dunia. Tetapi dosa itu tidak diperhitungkan kalau tidak ada hukum Taurat." (Roma 5:13)


Shalom saudara-saudari terkasih dalam Kristus.
Kali ini akan dibahas topik yang menarik seputar hubungan dosa, hukum Taurat, dan kebangkitan bersama Kristus.

Kita biasanya hanya tahu bahwa kita berdosa jika melanggar suatu hukum, akan tetapi tahukah kita asal dari dosa itu sendiri? Manakah yang lebih dahulu? Dosa atau hukum?

Dosa sudah ada terlebih dahulu sejak zaman Adam dan sudah mulai berkuasa sejak zaman Adam. Ular yang menipu Hawa untuk melanggar perintah Allah dengan memakan buah terlarang itu adalah Dosa. Akan tetapi saat itu dosa belum dikenal karena saat itu belum ada hukum.

Tetapi hukum Taurat ditambahkan supaya pelanggaran menjadi semakin banyak. Berarti apakah hukum Taurat itu dosa? Sekali-kali TIDAK! Sebaliknya, justru oleh hukum Taurat manusia telah mengenal dosa. Kita tidak akan mengenal apa itu "mengingini barang milik sesama dengan tidak adil" jikalau dalam hukum Taurat tidak dikatakan "Jangan mengingini barang milik sesamamu manusia dengan tidak adil". Tanpa hukum Taurat, kita tidak akan mengenal apa itu dosa. (Roma 7:7)

Berarti apakah sebaiknya hukum Taurat itu tidak pernah ada? SALAH!
Justru jika hukum Taurat tidak ada, manusia tidak akan mengenal dosa sehingga justru akan binasa karena melakukan dosa namun tidak mengetahuinya. Tanpa hukum Taurat, manusia tidak bisa mengenal apa itu kasih karunia sehingga tidak akan ada pertobatan.

Namun ketika hukum Taurat diperkenalkan kepada manusia, dosa semakin kuat atas manusia, lantas bagaimana?
Tetap hukum Taurat adalah kudus, dan perintah itu juga adalah kudus, benar dan baik. Tetapi dalam perintah itu dosa mendapat kesempatan untuk membangkitkan di dalam diri manusia rupa-rupa keinginan dan dosa (sebab tanpa hukum Taurat, dosa itu mati). (Roma 7:8)
Kita manusia yang lemah selalu cenderung akan mencoba melanggar hukum karena hal yang buruk selalu merupakan hal yang enak. Bermalas-malasan, memaki orang, berdusta, mabuk, dugem, dan sejenisnya merupakan hal yang dianggap enak, namun hal tersebut adalah dosa!

Jika begitu, bagaimana nasib manusia?
Di sinilah Tuhan Yesus Kristus berperan. Ia telah mati demi kita, dan barangsiapa yang percaya serta memberi diri dibaptis maka ia pun ikut mati bersama Kristus serta bangkit dengan Kristus. Tubuh manusia lama kita telah mati disalibkan dan kita sepenuhnya adalah milik Tuhan. (Roma 6:6 &11)
Dan kita semua tahu bahwa hukum berkuasa atas seseorang selama orang itu hidup, berarti ketika kita mati bersama Kristus dan dibangkitkan dengan Kristus, maka kita juga sudah mati terhadap dosa dan mati terhadap hukum Taurat supaya kita sepenuhnya menjadi milik Kristus dan berbuah bagi Allah. Sebab kamu tidak akan dikuasai lagi oleh dosa, karena kamu tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah kasih karunia (Roma 6:14).

Berbeda halnya dengan di bawah hukum Taurat, di bawah kasih karunia, dosa tidak mempunyai kekuatan maupun kesempatan untuk membangkitkan dalam diri kita manusia rupa-rupa kejahatan.
Itulah hebatnya ajaran kasih karunia yang diajarkan Tuhan Yesus kepada kita.
Kasih karunia bukanlah sebuah hukum, dan dengan melakukan kasih karunia yang diajarkan Tuhan Yesus berarti kita menggenapi hukum Taurat tanpa memberikan kesempatan kepada dosa untuk berkuasa atas diri kita.

Marilah kita mulai sekarang berusaha untuk selalu melakukan ajaran kasih yang dicontohkan oleh Tuhan Yesus sendiri agar kita terbebas dari belenggu dosa.
Berkat Tuhan selalu beserta kita semua. Amin.

Minggu, 06 Maret 2016

Dua Tipe Orang Berdosa dalam Perumpamaan Anak yang Hilang

"Kata ayahnya kepadanya: Anakku, engkau selalu bersama-sama dengan aku, dan segala kepunyaanku adalah kepunyaanmu. Kita patut bersukacita dan bergembira karena adikmu telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali." (Luk 15:31-32)


Shalom saudara-saudari terkasih dalam Kristus.
Kita semua tentu sudah sering mendengarkan perumpamaan tentang anak yang hilang kan?
Siapakah orang berdosa dalam perumpamaan itu?

Selama ini kita selalu berfokus pada "anak yang hilang" sebagai seorang yang berdosa, namun sadarkah kita bahwa dalam perumpamaan tentang anak yang hilang itu sebenarnya ada dua tipe orang berdosa?

 Mari kita bahas satu per satu mengenai tipe orang berdosa dalam perumpamaan tersebut:

1) Si Bungsu (anak yang hilang):
Kita sudah mengetahui bahwa fokus dari perumpamaan ini adalah si bungsu yang meminta sebagian harga dari bapanya yang menjadi hak warisnya. Kita sadar bahwa sejak awal si bungsu ini sudah berdosa karena ia meminta bagian yang seharusnya belum menjadi haknya (yaitu warisan). Dosanya bertambah ketika ia pergi menghamburkan harta tersebut dengan berfoya-foya di kota lain jauh dari bapanya tanpa mengindahkan bapanya~ (Luk 15:13)

Gambaran si bungsu ini mirip seperti kita manusia yang menggunakan "harta" (akal budi, kepandaian, rejeki, dan kekayaan alam) yang diberikan secara cuma-cuma oleh Bapa kita demi keuntungan pribadi dan menghabiskannya dengan hidup hedonisme yang berlebihan. Kita juga sering berbuat dosa dengan harta yang kita peroleh tersebut (dugem, minum minuman keras, mabuk, ke tempat pelacuran, dan sebagainya).

Namun dalam kisah selanjutnya, si bungsu mengalami kesusahan dan melarat serta hidup serba kekurangan. Pada saat itulah ia mengingat bapanya beserta para upahan yang mengikuti bapanya itu. Hidup bapanya dan para upahan bapanya jauh lebih enak daripada kondisinya, maka pada diri si bungsu timbul rasa ingin kembali kepada bapanya. 
"Aku akan bangkit dan pergi kepada bapaku dan berkata kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa; jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa." (Luk 15: 18-19)

Ungkapan si bungsu di atas secara tidak langsung merupakan ungkapan tobat kepada bapanya. Ia menyadari kesalahannya dan ingin kembali kepada bapanya, namun bukan lagi sebagai anak, melainkan sebagai upahan (pekerja). Ia merasa tidak layak dan berdosa kepada bapanya namun memberanikan diri untuk mengaku kesalahannya dan mau kembali kepada bapanya.
Sama seperti kita manusia berdosa. Saat kita menyadari akan segala dosa dan kesalahan kita kepada Bapa kita di surga, baiklah kita memiliki keberanian untuk kembali kepada Tuhan, mengakui segala kesalahan kita, dan mengikuti ajaran Tuhan (menjadi seorang upahan). 

Bagaimana reaksi sang ayah terhadap anaknya yang hilang tersebut?
Sang ayah ternyata terus menunggu kembalinya anaknya tersebut. Ia lari mengejar dan mendapati anaknya yang kembali tersebut meskipun masih jauh dan segera memeluk dan menciuminya. Melihat reaksi ayahnya itu, si bungsu mulai mengaku pertobatannya.
"Kata anak itu kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa. Tetapi ayah itu berkata kepada hamba-hambanya: Lekaslah bawa ke mari jubah yang terbaik, pakaikanlah itu kepadanya dan kenakanlah cincin pada jarinya dan sepatu pada kakinya...." (Luk 15: 21-24)

Pada bagian tersebut kita melihat bahwa sang ayah selalu menantikan anaknya kembali dan sekembalinya anaknya itu, sang ayah berlari untuk menyambutnya.
Tuhan kita juga sama, Tuhan kita akan selalu berlari untuk mendapatkan kita saat kita mulai memutar jalan kita dan kembali kepada jalan yang benar.
Dan poin penting yang selalu tidak kita sadari adalah, pada bagian Luk 15:21-22, ketika si bungsu mulai menyatakan pertobatannya, belumlah sampai kata-kata "jadikan aku seorang upahan bapa", sang ayah sudah langsung meminta hamba-hambanya untuk memberikan kepada si bungsu segala yang terbaik.
Sama seperti Allah Bapa kita di surga. Saat manusia mengakui dosa dan melakukan pertobatan, seringkali kita menyatakan bahwa kita tidak pantas menjadi anak Allah dan pantasnya adalah sebagai hamba upahan saja. Namun, Bapa kita di surga selalu menganggap kita sebagai anak-Nya dan akan selalu bergembira ketika anak-Nya yang hilang tersebut kembali.

Oleh karena itu, setiap kita manusia janganlah pernah berpikiran sempit dengan mengakhiri hidup kita tatkala kita merasa jatuh ke dalam dosa yang paling parah. Beranikan diri untuk bertobat dan kembali kepada Tuhan. Tuhan selalu membuka pintu pengampunan kepada setiap kita yang berdosa.

2) Si sulung (anak yang selalu mengikut dan menuruti sang ayah):
Si sulung adalah anak yang selalu taat dan menuruti sang ayah. Ia tidak pernah meninggalkan ayahnya. Lalu mengapa si sulung juga termasuk ke dalam tipe orang berdosa dalam perumpamaan ini? Karena ia marah dan iri hati ketika melihat belas kasihan sang ayah kepada adiknya.
"Maka marahlah anak sulung itu dan ia tidak mau masuk. Lalu ayahnya keluar dan berbicara dengan dia." (Luk 15:28)

Si sulung tersebut dalam dunia ini adalah kita manusia yang dengan taat selalu menuruti perintah Tuhan dan berusaha tidak berbuat dosa dan hidup seturut ajaran Bapa di surga. Namun terkadang dalam diri kita ini merasa gereget dan iri ketika Tuhan memberi ampun kepada para pendosa. 

Si sulung dengan keras hati merasa bahwa yang berhak untuk tinggal dan bergembira dengan sang ayah adalah orang yang selalu menurutinya sehingga ia sangat kecewa begitu mendengarkan bahwa sang ayah melakukan perjamuan besar bagi adiknya yang telah menghamburkan harta dan berbuat dosa (Luk 15:30).

Sama halnya dengan kita manusia. Seringkali kita beranggapan bahwa orang yang berdosa berat tidak layak untuk mengambil bagian dalam kerajaan Allah. Kita secara sepihak melakukan vonis (judgement) kepada orang berdosa tersebut sehingga ketika kita melihat adanya pengampunan bagi orang yang berdosa berat, kita sering kecewa terhadap kepercayaan yang selama ini dianut.
Dengan pemikiran seperti itu, kita sendirilah yang berdosa. Mengapa?

Karena kita melupakan bahwa ajaran Tuhan Yesus adalah cinta kasih. Cinta kasih itu lemah lembut dan tidak keras hati dan mau mengampuni. Kita tidak boleh berpikir kolot dan berkeras hati bahwa orang yang berdosa berat tidak layak diampuni dan tidak layak mengambil bagian dalam keselamatan dari Bapa.

Bagaimana reaksi sang ayah kepada sifat si sulung?
Lagi-lagi sang ayah yang keluar menemui anaknya yang tidak mau masuk ke dalam rumahnya itu. Sang ayah mendapati anak sulungnya itu dan memberi pengertian kepada si sulung. (Luk 15:31-32).

Nah, tipe manakah diri kita di dunia ini?

Marilah kita selalu belajar membenahi diri dan memberanikan diri untuk memohon ampun kepada Tuhan Allah Bapa di surga ketika kita berbuat dosa. Dan selalu memohon kekuatan untuk mau mengampuni sesama kita.

Berkat Tuhan selalu beserta kita. Amin.

(big thanks to romo paroki St. Yakobus Citraland Surabaya atas homili dan penjelasan mengenai perumpamaan anak yang hilang ini, Minggu 6 Maret 2016. Tuhan memberkati)

Kamis, 03 Maret 2016

Berimanlah! Have Faith!

"Tetapi terhadap janji Allah ia tidak bimbang karena ketidakpercayaan, malah ia diperkuat dalam imannya dan ia memuliakan Allah, dengan penuh keyakinan, bahwa Allah berkuasa untuk melaksanakan apa yang telah Ia janjikan." (Roma 4:20-21)


Shalom saudara-saudari terkasih dalam Kristus.
Dalam kehidupan ini kita selalu dituntut untuk selalu menggunakan logika, ilmu, dan teori-teori dalam memahami dan membenarkan suatu kejadian atau perbuatan.

Namun dalam kehidupan beragama, kita dituntut untuk menggunakan iman, atau beriman, dalam suatu pembenaran, seperti halnya Abraham dibenarkan karena iman. Sebab jikalau Abraham dibenarkan karena perbuatannya, maka ia beroleh dasar untuk bermegah (Rom 4:2).
Mengapa Bapa Abraham disebut bapa orang beriman? Karena tanpa memiliki dasar yang pasti, bapa Abraham tetap percaya kepada janji Allah (Rom 4:18-19).

Sama halnya dengan hidup beragama kita. Tuhan Yesus mengajarkan sesuatu ajaran yang terdengar simple namun sangat susah untuk dilakukan. Mencintai orang lain seperti layaknya mencintai diri kita sendiri, sepintas terdengar simple namun dapatkah kita melakukannya selalu?
Orang lain berarti semua orang tanpa terkecuali. Akan sangat tidak masuk akal, atau bahkan akan terdengar sangat bodoh jika kita melakukannya, terutama jika orang lain tersebut malah justru memanfaatkan kita (sifat dasar manusia). Namun sekali lagi, kita harus beriman! Kita harus beriman bahwa tidak ada ajaran Tuhan Yesus yang salah.

Kita juga harus mampu mengimani seluruh janji Tuhan kepada kita, yaitu bahwa Ia akan menyertai kita hingga akhir zaman. Bagaimana dengan orang yang menderita? Apakah berarti Tuhan tidak besertanya? Sekali-kali tidak! Tuhan tidak pernah meninggalkan kita!
Kita hanya kurang peka terhadap kehadiran kita. Dan lagi-lagi iman! Kita harus beriman bahwa dalam segala suasana dan kondisi, Tuhan selalu menyertai kita hingga akhir zaman. Memang tidak ada dasar yang dapat membuktikan bahwa Tuhan Yesus ada di samping kita (karena kita tidak memiliki kuasa untuk melihat-Nya), namun percayalah dengan iman bahwa Tuhan Yesus selalu beserta kita dan menjaga kita.

Ketika menghadapi masalah, kita perlu menyerahkan segala beban kepada Tuhan dan percaya!
Terus lakukan persekutuan dengan Tuhan Yesus agar kita lebih peka terhadap segala ajaran, petunjuk, dan bimbingan Tuhan. Have Faith!
Berkat Tuhan selalu beserta kita semua. Amin.

Setiap Orang diberi Kesempatan ke-2

"Jawab orang itu: Tuan, biarkanlah dia tumbuh tahun ini lagi, aku akan mencangkul tanah sekelilingnya dan memberi pupuk kepadanya, mungkin tahun depan ia berbuah; jika tidak, tebanglah dia" (Luk 13:8-9)

Shalom saudara-saudari terkasih dalam Kristus,

Pada kesempatan kali ini, kita diajak untuk merenungkan suatu perumpamaan tentang pohon ara yang tidak berbuah. Perumpamaan yang dikatakan oleh Yesus ini terkesan simple dan tidak terlalu mengena pada saat kita membacanya pertama kali, namun jika kita dalami maka kita akan menemukan bahwa perumpamaan ini merupakan cerminan dari diri kita manusia.

Seperti yang kita ketahui, dalam perumpamaan ini mengisahkan tentang seorang yang mempunyai pohon ara yang tumbuh di kebun anggur. Sang empunya kebun ini selalu rutin mencari buah pada pohon itu namun selalu tidak ia temukan. Hingga akhirnya sang tuan ini memutuskan untuk memerintahkan pekerjanya untuk menebang pohon ara yang dianggap tidak berguna tersebut. Akan tetapi si pekerja memohonkan kepada tuannya untuk memberi pohon ara kesempatan lagi, maka pekerja ini dengan rajin memupuki pohon ara itu agar dapat berbuah dan menyenangkan hati tuannya.

Pohon ara pada perumpamaan ini adalah manusia berdosa. Kita diberi tempat yang indah untuk hidup dan sudah sepantasnya kita dapat berbuah, namun seringkali kita malah jatuh ke dalam dosa dan tidak mengetahui keinginan Tuhan kita. Kita hidup dengan tidak berbuah. Akan tetapi perlu kita ingat bahwa akan tiba saatnya kita diminta pertanggung-jawaban atas apa yang kita lakukan dan hasilkan, itulah saat dimana tuan tersebut datang terakhir kali untuk mencari buah dari pohon ara.
Jika ditemuinya bahwa kita tetap berbuat dosa dan tidak berbuah, maka kita akan dicabut dan dicampakkan (dibuang). Untunglah Allah Bapa memberikan kita kesempatan ke-2 melalui putra-Nya yang tunggal, yaitu Tuhan Yesus, untuk berbuah. Tuhan Yesus akan dengan sabar selalu memupuk hidup kita dan selalu mengusahakan agar kita hidup berbuah. Tuhan hanya berharap kita manusia mau mengikuti teladan-Nya agar dapat berbuah.

Setelah mendapatkan kesempatan ke-2, maka baiklah kita memupuk diri kita agar berbuah. Jadilah pohon ara yang berbuah di kebun anggur Tuhan. 
Berkat Tuhan selalu beserta kita semua. Amin.

(big thanks to David yang telah melakukan sharing mengenai perumpamaan ini. God Bless)