Sabtu, 05 September 2015

Jangan lelah memberitakan Kabar Gembira

"Pergilah dan beritakanlah: Kerajaan Sorga sudah dekat" (Mat 10:7)

Shalom saudara-saudari terkasih dalam Kristus.

Kita tentu sering mendengar bahwa tugas kita yang pertama setelah kita percaya dan menerima Yesus sebagai juruselamat kita adalah dengan membagikan kabar gembira itu kepada semua orang agar semua orang boleh mendapat kesempatan dalam mengenal juruselamat mereka.

Tuhan Yesus sendiri telah memberikan teladan tersebut dengan mengajarkan Kerajaan Sorga kepada orang-orang sekitar-Nya semasa hidup tanpa lelah dan mengeluh.
Akankah kita mengeluh dan terbebani jika kita menyebarkan kabar gembira?
Ketika kita sedang bergembira atau mendapatkan kabar gembira, tentu kita akan dengan suka cita menyampaikan dan menyebarkan kabar gembira tersebut kepada orang sekitar kita. Orang sekitar kita pun akan turut bergembira mendengarkan kabar gembira tersebut dari mulut kita. Bahkan ada yang sambil berpelukan dan mengucapkan ucapan selamat karena turut berbahagia.

Apalagi menyebarkan kabar keselamatan kepada orang lain? Saat ini siapa sih yang tidak ingin selamat? Dan siapa sih yang tidak ingin jika orang sekitarnya ikut selamat? ".... Kamu telah memperolehnya dengan cuma-cuma, karena itu berikanlah pula dengan cuma-cuma" (Mat 10:8b). Itulah pesan tambahan Yesus ketika Ia mengutus kedua belas rasul untuk menyebarkan Kerajaan Sorga.

Mengapa Yesus berpesan demikian?
Karena manusia itu sifat dasarnya adalah mudah menyerah dan cuek terhadap orang sekitarnya. Lihat saja tetangga kita, apakah kita saling mengenal dekat? Seringkah kita bertegur sapa?
Manusia cenderung menyapa jika ia disapa terlebih dahulu. Peduli jika dipedulikan terlebih dahulu. Untuk itulah Yesus berpesan agar kita membagikan kabar gembira tersebut dengan cuma-cuma karena kita menerimanya dari Yesus juga dengan cuma-cuma. Tuhan telah menyingkap kabar keselamatan tersebut kepada kita dengan cuma-cuma, sehingga menjadi tugas kita untuk membagikannya dengan cuma-cuma juga.

Pada kisah pengutusan kedua belas rasul pun Yesus berpesan agar kita selalu menyapa terlebih dahulu. Manusia jarang menyapa terlebih dahulu. Mungkin kita merasa gengsi, atau takut jika ternyata sapaan kita tidak dibalas (takut dikira Ge-eR) atau tidak dihiraukan. Manusia cenderung menghindar tatap muka dengan orang lain sekitar kita, terutama kepada orang lain yang kita kenal dengan harapan agar tidak perlu menyapa duluan.
Namun hal itu ternyata salah!

Tuhan Yesus meminta kita untuk selalu menyapa terlebih dahulu.
"Apabila kami masuk rumah orang, berilah salam kepada mereka. Jika mereka layak menerimanya, salammu itu turun ke atasnya, jika tidak, salammu itu kembali kepadamu." (Mat 10:12-13). Jangan takut dianggap ge-er, sok kenal, gengsi, ataupun malu jika salam kita tidak dibalas karena Yesus sudah memberi kepastian bahwa jika salam kita itu tidak diterima oleh orang yang layak menerimanya (arti: tidak dihiraukan), maka salam kita itu tidak hilang, melainkan kembali kepada kita.

Bagaimana jika kabar gembira yang kita sampaikan tidak disambut dengan baik oleh orang lain?
Kita harus berusaha dan berusaha. Jangan mudah putus asa. Lakukan pendekatan yang enak untuk saling memberitakan dan bertukar pikiran.
Memang di Alkitab ada tertulis untuk meninggalkan tempat itu dan mengebaskan debunya daripada kita (Mat 10: 14), namun hal yang sering tidak kita tangkap adalah timeline atau rentang waktu.
Di Alkitab tidak menyatakan rentang waktu dari mulai mengabarkan hingga meninggalkan dan mengebaskan debu dari tempat dimana kita ditolak. Namun satu yang pasti, rentang waktu yang dimaksud sangatlah panjang. Itu berarti kita diharapkan tidak mudah lelah dalam memberitahukan kabar gembira. Lakukanlah dengan kasih. Jika sampai titik puncak kemampuan dan kasih kita tidak juga sanggup meyakinkan orang / tempat tersebut untuk menerima kabar gembira, barulah kita boleh meninggalkan orang / tempat itu. 
Tapi perlu diingat, meninggalkan bukan berarti tidak peduli. Meninggalkan dengan mengebaskan debu itu berarti kita menarik diri sementara dari orang / tempat itu dan melepaskan diri kita dari segala emosi negatif (mungkin marah, kecewa, sedih) yang pernah terbina selama kita menyebarkan kabar gembira tersebut sehingga kelak kita dapat dengan senang hati mewartakan kabar gembira tersebut kepadanya lagi.

Mengapa menggunakan analogi "debu"?
Karena debu adalah butiran kecil namun kotor dan mudah menempeli kita tanpa kita sadari akan kita bawa kemana pun kita pergi. Kita diharapkan "kotoran" yang kita terima selama pewartaan tersebut tidak melekat pada diri kita sehingga kita tidak terseret menjadi "kotor" ataupun kita tidak membawa "kotoran" tersebut kepada orang lain yang selanjutnya akan kita wartakan kabar gembira.

Mari kita saling mendoakan agar kita dapat dengan gembira dan tanpa beban dan tiada lelah mewartakan Kerajaan Sorga seperti yang Yesus sendiri lakukan.
Berkat Tuhan beserta kita. Amin.